Tuesday, October 27, 2020

Perlukah hafidz Al Quran.?

 



Saya belajar membaca Al Quran usia 5 tahun. Walau saya belajar mengaji di surau tapi guru ngaji saya sebenarnya adalah nenek dan ibu saya. Umur 6 tahun saya sudah khatam Al Quran. Yang jadi masalah adalah saya selalu gagal menghafal Al Quran. Otak saya sangat lemah soal hapalan. Tetapi setelah itu setiap habis sholat maghrib ibu saya minta saya membaca Al Quran. Ibu saya akan memberikan kisah hikmah pada setiap juz al Quran yang saya baca. Bukan hanya pemahaman tetapi juga dalam praktek sehari hari. Contoh waktu SMP, saya menemani ibu belanja sayur ke pasar. Dari sisa uang belanja, ibu saya memberikan kepada pengemis yang ada di sudut jalan. 


“ Kenapa kita harus bantu orang miskin. Sementara kita sendiri harus jalan kaki pulang. Kan bisa naik becak kalau uang tidak diberikan kepada pengemis.”

“ Ingat surat Al Baqarah ayat 83. Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat.  Paham, berbuat baik itu nak, tidak mudah. Bukan hanya sekedar kata tetapi perlu pengorbanan, seperti sekarang kita jalan kaki, bukan naik beca.”  Kata ibu saya. Tentu ibu saya  hapal Al Quran karena dia lulusan Pondon Pesantren. Tetapi hapalan yang dilengkapai penguasaa ilmu tafsir dengan baik.


Ibu saya pernah bercerita hikmah tentang sosok KH Ahmad Dahlan. Sepulang KH Ahmad Dahlan dari sekolah di Makkah. Banyak santri dari berbagai daerah menemuinya. Ingin belajar Al Quran dari beliau. Setiap hari para santri disuruh membaca Al Quran surat Al Maun. Setelah selesai. Beliaupun minta mereka ulang lagi membaca Surat Al Maun. Begitu seterusnya. Singkatnya para santri itu jauh jauh datang untuk berguru tetapi haya disuruh membaca Surat Al Maun. Akhirnya setelah berhari hari, diantara para santri itu memberanikan diri untuk bertanya, 


“ Mengapa setelah sekian lama kami belajar, hanya sebatas surat Al Maun. 


“ Coba terjemahkan Surat Al Maun itu.” Kata Kh Ahmad Dahlan. Salah satu santri itu menterjemahkan.


“ Aku dan kalian semua adalah pendusta agama. Karena tidak berbuat apapun untuk memberi makan orang miskin. Tahu arti pendusta agama? Itu sama mempermainkan Allah. Mengaku beriman tetapi tidak melaksanakan iman itu. Aku dan kelian semua adalah orang yang sholat. Tetapi Allah sebut kita sebagai orang yang celaka. Karena kita lalai dengan sholat. " Kata Kh Ahmad Dahlan


Menurut ibu saya, orang lalai dengan sholat itu bukan orang tidak sholat tetapi tidak mendirikan sholat. Apa itu? mencegah perbuatan keji dan munkar. Apa yang telah kita perbuat dalam mendirikan sholat itu? Sudahkah kita menebarkan kabaikan agar orang terhindar berbuat keji dan munkar? Kalau sudah, apakah kita lakukan itu dengan sombong. Sehingga perlu teriak teriak agar orang lain tahu betapa kita orang sholeh? Kalau iya, maka kita termasuk orang sholat yang celaka. Apakah kita merasa enggan memberikan bantuan karena engga ada untungnya? Kalau ya, itu artinya kita termasuk orang sholat yang celaka.


Suatu waktu Papa saya berkata kepada saya. “ Kamu engga usah sedih walau engga bisa menghapal Al Quran. Karena otak kamu engga mampu menghapal.  Tapi, kamu bisa jadi apa saja. Carilah ilmu sebanyak mungkin agar mencari rezeki mudah. Setelah mendapat, bantulah orang miskin, cerahkan orang lain, agar kamu dan orang lain tidak dianggap Allah penduta agama dan orang sholat yang celaka. “


Agama itu adalah perbuatan, bukan hapalan. Agama harus dipandang sebagai 'comprehensive commitment' dan 'driving integrating motive', yang mengatur seluruh hidup seseorang secara kejiwaan. Artinya, Agama diterima sebagai faktor pemadu (unifying factor), menunjang kesehatan jiwa dan kedamaian masyarakat. Tapi kalau memandang agama sebagai something to use but not to live, sebaliknya outputnya adalah  kebencian, iri hati, dan fitnah, munafik, anti perbedaan. Mengapa? Orang berpaling kepada Tuhan, tetapi tidak berpaling dari dirinya sendiri. Agama digunakan untuk menunjang motif-motif lain: kebutuhan akan status, rasa aman atau harga diri. Orang yang beragama dengan cara ini, melaksanakan bentuk-bentuk luar dari agama. Ia puasa, Sholat, naik haji dsb, tetapi tidak di dalamnya.


Sampai sekarang saya tidak pernah bisa menghapal Al Quran kecuali berapa ayat untuk pelengkap bacaan sholat. Itupun butuh tahunan saya bisa menghapalnya.  Saya jarang membaca dengan suara keras. Namun Al Quran di rumah penuh dengan stabilo untuk pengingat point tentang hikmah. Makanya kalau istri saya baca Al Quran, alam bawa sadar saya cepat sekali mengingat hikmah dari bacaan itu. Dalam setiap menghadapi masalah pelik, alam bawa sadar saya menuntun saya kepada hikmah Al Quran. Ternyata hikmah itulah yang sangat banyak membantu saya berproses jadi lebih baik dari waktu ke waktu.


Kalau ada fasilitas jalur tanpa test bagi calon mahasiswa yang hafidz Al Quran, itu bisa jadi karena orientasi kita adalah pendidikan dogma dan hapalan. Mudah terjebak ghurur (tertipu). Tertipu, karena dikira sudah beragama, ternyata belum. Beragama seperti ini, tidak akan melahirkan masyarakat yang penuh kasih sayang. Alangkah baiknya bila bukan hanya hafidz tetapi memahami firman Allah. Tidak perlu memahami semua hikmah ayat Al Quran, cukup satu saja. Yaitu surat Al Maun. Bisakah? Kalau bisa, negeri ini sudah lama makmur. Tidak akan ada jutaan pengangguran lulusan universitas.


Saturday, October 17, 2020

Menghargai waktu dan proses.



Pernah dalam satu kesempatan saya mendampingi teman negosiasi pengadaan turbin dan sekaligus mendapatkan fasilitas kredit ekspor dari China. Rapat dimulai pagi hari. Dari pihak China hadir dengan team lengkap. Proses negosiasi itu sangat rumit. Karena menyangkut kesepakatan yang sangat detail. Dari jenis turbin, harga , cara pembayaran, maintenance after sales service, instal, dan audit proyek. Belum lagi aturan mengenai project management. Time schedule atau network planning. Rapat berakhir jam 10 malam. Dengan dua kali istirahat.


Sampai di hotel, teman saya dan teamnya langsung masuk kamar untuk tidur. Mereka semua kecapean. Saya bisa bayangkan lelahya. Padahal seharusnya mereka tidak boleh tidur. Mereka harus evaluasi lagi semua data dan document yang dibicarakan dalam rapat. Tetapi mereka engga peduli. Lebih memilih tidur.


Paginya ketika sarapan. Teman saya berkata “ Paling cepat Kotrak di tanda tangani 4 bulan lagi. Kita dengan jepang dua bula lamanya. Kalau dengan Eropa bisa tiga bulan.”

“ Mengapa begitu lama?

“ Karena proses pengambilan keputusan perusahaan besar memang panjang. Apalagi melibatkan dana ratusan juta dollar.”

Tak berapa lama, telp teman saya berdering. Setelah terima telp , dia terkejut. Apa pasal? “ Semua kontrak sudah siap di tanda tangani mereka. Kita harus datang lagi ketemu mereka untuk tanda tangan kontrak” Kata teman saya, yang baru saja terima telp dari principal dan sekaligus lender. Semua team geleng geleng kepala. Unbelievable ! Ketika datang ke kantor Vendor, team yang kemarin hadir dalam rapat , nampak mata mereka semua merah dan kuyu. Ternyata mereka engga tidur sama sekali. Tentu sehabis meeting, mereka terus kerja membuat kotrak. Begitupula boss nya.


“ Kita sulit kalahkan China. Lah kita PPA bisa 1 tahun lebih baru di tandatangani. Padahal PLN engga keluar uang sama sekali. Hanya bayar janji. Ini China kasih barang, kasih tekhnologi dan uang. Sehari jadi kotrak.” Begitulah China. Kalau China bisa menjadi kekuatan ekonomi nomor 1 dunia itu karena  berkat kerja keras dan tidak suka menunda pekerjaan.  


***

Di Indonesia ini ada mindset yang buruk dari politisi dan pejabat. Apapun kalau lambat itu hebat. Hebat karena diperhitungkan dengan matang. Penuh analisa dan studi. Penuh kehati hatian. Penuh pertimbangan semua pihak. Faktanya semaki lama waktu berlalu, ongkos jalan terus dan momentum jadi kendor. Passion jadi melemah. Dan ujungnya frustrasi dan gone by the wind. Makanya, saya hanya tersenyum bila para pakar ngomong bahwa UU Cipta kerja itu dibuat terburu dan terlalu cepat. Bahkan ada yang bilang prosesnya jorok. Kelihatan sekali dia tidak paham bagaimana proses RUU itu diusulkan dan akhirnya menjadi UU. 


Setiap UU yang akan dibuat itu harus melewati process yang panjang. Pertama, harus ada riset dulu. Guna mengetahui benarkah agenda yang diusulkan itu perlu ada UU. Kedua. Kalau benar perlu, masih perlu ada survey secara metodologi akademis. Ini untuk melihat sejauh mana RUU menjawab persoalan yang ada di masyarakat. Ketiga, barulah diadakan kajian akademis. Pendapat ahli dan berbagai studi kasus dalam dan luar negeri dijadikan referensi.  Naskah akademik diserahkan pemerintah ke DPR pada tanggal 12/02/2020.


Nah dengan adanya kajian akademis itu maka RUU diajukan ke DPR. Sebelum masuk pembahasan, harus masuk Bamus ( Badan musyawarah ) Fraksi ( wakil semua partai). Di Bamus penilaian secara politik dibicarakan atas dampak dari RUU ini. Juga dimusyawarahkan teknis pembahasannya. Keputusan Bamus adalah menyerahkan RUU Cipta Kerja ini ke Badan legislatif (Baleg ) DPR untuk melakukan pembahasan. Kemudian rapat Baleg  membentuk Panitia Kerja. Setiap Kapoksi atau ketua kelompok fraksi mengirimkan anggotanya guna dimasukkan menjadi anggota Panja yang jumlah anggotanya bersifat proporsional sesuai jumlah anggota dari masing-masing kapoksi.


Pada tanggal 20 April 2020 , terbentuklah Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja dalam bentuk Omnibuslaw. Pada saat itu resmi lah Panja melakukan pembahasan. Jadi harus dipahami bahwa terbentuknya Panja adalah keputusan Baleg dan Baleg adalah kepanjangan tangan dari Fraksi yang merupakan wakil dari semua partai. Tidak ada tata tertip DPR yang dilanggar. Hanya saja fraksi PD dan PKS tidak mengirim anggotanya ke Panja. Tapi itu tidak mempengaruh. Karena fraksi PD dan PKS jumlahnya tidak significant. Tetapi menjelang di penghujung pembahasan kira-kira satu setengah bulan menjelang berakhir pembahasan PD ikut terlibat terhadap pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).


Kemudian proses pembahasan RUU mulai memasuki tahapan tahapannya. Adapun tahap pertama adalah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai lapisan masyarakat. Semua stake holder dipanggil ke DPR. Serikat pekerja juga di undang. Hanya 25% wakil buruh yang tidak datang. 75% hadir. Setelah RDPU dilaksanakan barulah Panja mengadakan rapat pembahasan RUU ini dengan pihak pemerintah.  Pimpinan Panja meminta kepada fraksi-fraksi yang ada di DPR untuk mengirimkan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) ke Pimpinan Panja guna untuk dibahas, didiskusikan dan disinkronisasikan serta diambil kesepakatan dan keputusan oleh fraksi-fraksi bersama pihak pemerintah.


Setelah DIM ini disisir, dibahas, disinkronisasikan dan disepakati lalu diputuskan DIM tersebut pasal demi pasal dan ayat demi ayat sampai dengan DIM yang terakhir. DIM-DIM yang diputuskan satu demi satu tersebut "tidak ada satupun yang dilakukan secara voting" tetapi dilaksanakan melalui musyawarah dan mufakat. Setelah Panja bersama Pemerintah menyelesaikan tugasnya terhadap pembahasan RUU tersebut. Pimpinan beserta anggota Panja menyepakati untuk membentuk Tim Perumus yang tugasnya adalah untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap pembahasan yang sudah disepakati.


Tim Perumus dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh merubah atau mengganti substansi yang sudah disepakati. Hasil yang sudah dikerjakan Timmus dilaporkan kembali kepada Panja. Setelah Panja menyepakati hasil laporan Timmus lalu Panja menyampaikan semua hasil pembahasan RUU ini kepada pleno Baleg dan masing- masing fraksi di Badan Legislasi diminta untuk menyampaikan pandangan mini fraksinya. Dengan penyampaian mini fraksi berarti DPR sudah menyelesaikan pembahasan RUU tersebut pada tingkat pertama dan itu dilakukan pada Sabtu, 3/10/2020. Pada tanggal 5 Oktober 2020 dilaksanakan Sidang Paripurna yang merupakan pembahasan tingkat kedua. Baik pada tingkat pertama dan kedua fraksi yang menolak RUU Cipta kerja untuk dijadikan sebagai Undang-Undang adalah fraksi Demokrat dan Fraksi PKS.


Pembahasan RUU Cipta kerja ini pada umumnya dilakukan di Ruang Rapat Badan Legislasi DPR dan dilaksanakan pada siang hari. Namun demikian pada masa reses Panja juga melaksanakan pembahasan RUU ini atas izin pimpinan DPR dan itu dibenarkan dan diatur dalam tatib. Dalam pembahasan RUU Cipta kerja ini, Pimpinan Panja tidak pernah lupa menyampaikan bahwa pembahasan RUU Ini terbuka untuk umum dan bisa diakses lewat TV Parlemen dan website DPR RI. Jadi kalau ada pihak yang bilang bahwa DPR tidak sesuai prosedur , tidak transparan dan menyalahi tatip DPR, itu adalah suara yang mewakili dari PD dan PKS yang memang dari awal menolak RUU Cipta kerja ini.


UU Cipta Kerja terdiri atas 15 Bab dan 174 Pasal, memang luas sekali pembahasannya. 64 kali rapat digelar dengan kerja meraton. Bahkan dalam reses pun tetap kerja. Memang kalau dibandingkan dengan cara kerja DPR periode pertama Jokowi dan 2 periode SBY, proses ini sampai jadi UU sangat cepat, dan terkesan terburu buru. Ada beberapa fraksi tidak siap dengan DIM, bahkan PD punya alasan belum bisa ikut membahas karena masih dalam suasana pandemi COVID-19. Namun Pemeritah dan DPR tidak bisa berhenti kerja karena alasan satu dua fraksi tidak siap. Karena kita berpacu dengan waktu. Cara kerja DPR periode sebelumnya yang lelet dan sibuk denga omong kosong harus ditinggalkan. Kalau engga, indonesia akan semakin terpuruk dan kalah bersaing dengan negara lain.

Mindset mind corruption salah satunya adalah suka menunda masalah. Setiap hari mereka tunda masalah. Padahal utang dan bunga SUN engga bisa ditunda. Gaji mereka engga boleh ditunda. Apapun kalau lambat walau benar pasti salah. Apapun walau salah kalau cepat, ada kemungkinan benar. Karena bisa diperbaiki sambil jalan. Jokowi bukan SBY. Langkah dan visi Jokowi melampaui semua elite politik. UU Cipta kerja adalah revolusi mental yang paling esensi bagi kita untuk menghadapi tantangan global yang penuh kompetisi. Masalahnya, apakah kita mau berubah atau tetap dengan status quo..


***

Mengenal pribadi Jokowi.


Teman saya pejabat tinggi sempat saya tanya “ Di era Jokowi, sepertinya tiada hari tanpa OTT KPK. Apakah itu agenda Jokowi? 

Dengan tersenyum dia berkata bahwa Jokowi engga bangga dengan prestasi KPK seperti itu.  Dia seperti seorang bapak yang selalu orang pertama sedih ketika mengetahui anaknya bermasalah. Ada apa ini? Itu karena mereka engga dekat kepada Allah. Itu karena sistem negara  tidak sesuai dengan syariah. Demikian pendapat dari Tim Wantimpres. Itu karena budaya korupsi aparatu negara sudah mendarah daging. Hukum harus ditegakan. Hanya itu kata kuncinya.  Demikian pendapat pegiat anti korupsi.


Dalam salah satu kesempatan teman saya politisi mengantakan kepada saya. Jokowi engga suka KPK itu jadi alat politik balas dendam kepada lawan politik. Dia juga engga mau kesuksesan KPK melakukan OTT sebagai icon membrantas Korupsi. Mengapa ?karena semakin banyak berita OTT KPK, yang terjadi justru merusak marwah pemerintah. Ini kalau diteruskan, akan berlanjut kepada distrust rakyat kepada negara.  Akhirnya, akan menjadi bola salju yang berujung kepada revolusi sosial. Saat itu  orang tidak lagi tidak percaya dengan sistem demokrasi dengan derivat nya. Saat itulah orang akan mengarah kepada satu jargon? Khilafah solusinya. Sistem Pancasila akan hancur. NKRI bubar.


Jadi apa solusinya? ya perubahan sistem. Korupsi itu dipetakan dengan baik lewat operasi intelijen KPK, BPK,  dan BIN. Dari hasil operasi intelijen itulah diputuskan untuk merombak semua aturan  dan UU yang bersinggungan dengan pelayanan. Pada waktu bersamaan membuat sistem birokrasi berubah menjadi meritokrasi. Sistem yang baik akan membuat orang baik beprestasi baik dan membuat orang mantiko berubah mejadi baik. Dengan itulah wibawa pemerintah dan negara itu akan terbentuk dengan sendirinya. Bukan karena politik tetapi karena pengabdian.


Tentu ketika ide membuat UU Umnibus law diusulkan, terjadi penolakan dari elite politik. Bukan hanya dari kalangan opisisi tetapi juga dari kalangan koalisi. Jokowi tidak hadapi dengan debat. Dia hadapi secara bijak. Kasus mega skandal TPPI  sebesar Rp. 32 triliun dibongkar. Tiga elite politik sangat berpengaruh hilang nyali. Jadi ayam sayur di hadapan Jokowi. Kasus Bukopin dibuka, tumbang lagi elite politik yang dekat dengan ormas islam. Dibongkar lagi kasus Jiwasraya. Operasi pencucian uang mengarah kepada elite politik. Beberapa kasus besar yang tidak terpublishkan membuat elite politik hilang nyali. 


“ Saya mau UU Cipta Kerja lewat Omnibus law disahkan. Jangan lihat lagi ke belakang. Kita focus kepada masa depan” kira kira begitu sikap Jokowi. Setelah itu kasus besar diselesaikan secara bijak. Para elite diselamatkan mukanya dan mereka dipaksa melakukan perubahan dengan menyetujui UU Cipta kerja. Demi masa depan tentunya. Perubahan sistem birokrasi ini tidak pernah sukses dilakukan 6 presiden. Di tangan jokowi selesai. Itu bukan karena Jokowi elite partai, Jenderal, ulama, profesor, tetapi karena dia orang baik.

Friday, October 09, 2020

Survival, di tengan kehidupan yang tidak ramah


Ada teman saya orang Korea punya pabrik di China, di kawasan Dongguan. Pabriknya produksi Sepatu wanita. Tahun 2015 setiap hari ada saja buruh yang berhenti kerja. Mereka keluar begitu saja tampa minta pesangon. Kemudian dia cari gantinya. Engga mudah. Rata rata pekerja baru minta gaji diatas UMR. Kemudian lambat laun dalam setahun jumlah pekerja sudah di bawah 50%. Dia lapor kepada pejabat Pemda. Bahwa dia kesulitan dapatkan buruh sesuai UMR. “ Mengapa anda tidak naikan upah diatas UMR, seperti perusahaan lain. “ kata pejabat China.

“ Tapi bukankah pemerintah sudah buat aturan UMR. Apakah itu tidak cukup kuat memaksa buruh mengikuti aturan?

“ Aturan UMR itu bukan produk hukum yang harus dipatuhi kedua belah pihak. Semua tergantung antara perusahaan dan pekerja. Kalau buruh tidak mau terima sebesar UMR itu, kami tidak bisa menghukum mereka. Itu pilihan mereka yang harus kami hormati. Sebaliknya juga sama, kalau anda beri mereka di bawah UMR dan mereka setuju kami juga engga bisa ikut campur.


Memang sejak tahun 1999 terjadi traing dan propaganda besar besaran dari pemerintah China kepada kaum buruh. “Kerja keras lah kalian. Kuasai skill dan trampillah kalian. Agar besok kalian jadi tuan atas diri kalian sendiri. “ Ada lagi slogan “ kerja keraslah hari ini agar besok kalian tidak berusaha keras dapatkan kerjaan”. Setiap kawasan industri, pemerintah menyediakan pusat pelatihan. Selama mereka ikut pelatihan, mereka dapat upah dan tempat tinggal.  Setelah mereka bekerja, mereka juga dipantau oleh pemeritah. Index produktifitas nya dihitung secara berkala. Kalau ada penurunan, aktifis buruh datang mendorong mereka agar lebih produktif dan mengarahkan mereka agar naik kelas. 


Benarlah tahun 2008, upah buruh terus naik setiap tahun seiring meningkatnya produktifitas mereka. Itu bukan karena aturan pemerintah. Tetapi karena alasan kompetisi antar perusahaan untuk dapatkan buruh. Mengapa? mendapatkan buruh digaji UMR semakin sulit. Rata rata mereka minta diatas UMR. Tanpa disadari terjadi transformasi  industri di China. Industri yang mengandalkan upah buruh murah terpaksa hengkang ke wilayah lain di China yang masih tersedia upah murah. Atau pindah ke Vietnam, Afrika. Yang tetap ada di China di Zona Ekonomi Khusus adalah industri yang padat modal dan membutuhkan skill diatas rata rata. Upah sudah mendekati USD 5 per jam. 


Apa yang terjadi pada China, sebetulnya adalah proses sunatullah dalam hidup. Dimana setiap orang harus punya kemampuan survival di tengah kerasnya kesehidupan yang tidak ramah. Di Hongkong saya bertemu dengan gerombolan TKW yang sedang santai di sekitar Causeway Bay. Saya tanya, mengapa kamu jadi TKW? Saya juga bertemu dengan teman di Eropa dan AS. Saya tanya kenapa kamu engga kerja di Indonesia?. Alasan mereka soal gaji dan penghargaan. Menurut saya itu jawaban cara smart untuk survival tanpa keluhan. Engga manja minta diproteksi oleh negara. Banyak  pengusaha Indonesia yang mendirikan pabrik di China, Vietnam, Malaysia. Saya tanya mengapa engga buat di Indonesia ? susah bisnis di Indonesia. Kita maju, dipalakin. Kita susah dicuekin. Yang menang yang dekat dengan penguasa aja. DL DL, dia lagi dia lagi. Mereka berbisnis di luar negeri itu juga cara smart untuk survival.

Kalau anda minta segala sesuatu perlindungan dari negara atau perusahaan, sampai mati anda tidak akan pernah dewasa. Sampai kapanpun SDM tidak akan pernah menjadi modal kekuatan bangsa untuk makmur. Malah menjadi beban negara yang senantiasa diperas lewat subsidi dan proteksi. Dulu pengusaha rente dipermudah. Respect mereka kepada karyawan rendah. Karena mereka tidak merasa bisnis mereka berkembang karena karyawan. Tetapi karena penguasa. Kini dengan adanya UU Cipta kerja, bisnis karena politik sudah tidak adalagi. Semua perusahaan harus menjadikan SDM sebagai asset. Dan tentu SDM yang tahu survival. Tidak manja dan bergiat meningkatkan produktifitas. Yang lemah, sebaiknya jangan jadi buruh. Jadi wirausaha juga tidak buruk. Toh sekarang kemudahan berusaha dibuka lebar. Apalagi? berhentilah mengeluh. Perbaiki sikap dan kuatlah berkompetisi.


Friday, October 02, 2020

Nilai nilai Tuhan

 



Yang sulit bagiku adalah mempertanggung jawab janjiku kepada mertuaku. Bahwa aku akan mendorong suamiku menyelesaikan kuliahnya sampai jadi sarjana. “ Aku merasa tidak penting untuk melanjutkan kuliah. “katanya

“ Perkuliahan akan membuka pikiran kamu dan membuatnya mengembara ke tempat-tempat yang jauh.”Kataku.

“  Buat apa? Toh pada akhirnya aku akan kembali ke tempat di mana aku berasal. Mati juga.” Katanya cuek.


Dia selalu punya alasan yang jenial untuk membungkam setiap desakanku agar dia melanjutkan kuliah. Aku membayangkan bagaimana dia bisa berinteraksi dengan orang lain yang hebat hebat di luar sana kalau dia hanya tamatan SMU. Tetapi dengan cerdas dia mengatakan. Hidup ini hanya soal persepsi. Ilmu dunia itu bukan hal yang sulit. Karena itu hanya omong kosong. Tuhan itu maha hebat ciptakan diri kita. Bayangkanlah, kalau hanya orang bertitel saja yang berhak sukses, artinya Tuhan tidak adil. Padahal Tuhan kan maha adil.


Pada suatu saat ketika hendak berangkat tidur aku mengajaknya berdiskusi tentang sikapnya. Itu sudah kebiasaan kami dari sejak awal menikah. Diskusi menjelang tidur. “ Lantas apa pendirian kamu sehingga malas kuliah ?Kataku.


“ Aku engga malas. Aku hanya ogah kalau kuliah itu targetnya titel.  Tuhan hanya suruh kita menuntut ilmu. Bukan titel.Dan itu tidak harus dari bangku kuliah. Salah aku dimana”


“ Ya kenapa ?


“ Analoginya begini, kamu tahu ‘kan jeruk? Rasanya manis. Kulitnya berwarna kuning dan licin. Kalau dibanting akan terdengar suara lembek. Sekarang perhatikan. Rasa manis itu karena lidah . Warna kuning itu karena mata . Suara lembek itu karena telinga . Nah sekarang di mana jeruknya? Tidak ada. Semuanya, suara, warna, dan rasa itu diterjemahkan oleh otak melalui gerakan saraf di tubuh. Database otak menerjemahkan warna, bunyi, dan rasa itu menjadi konsepsi tentang jeruk. Lantas di mana ? Tidak ada. Yang ada hanyalah ide. 


Diri , tubuh, harta, alam, semua itu adalah materi. itu yang kita pelajari di sekolah dan di kampus. Semua materi itu omong kosong. Kehidupan ini hanyalah kumpulan ide tentang materi. Itu tak lain cara hebat Tuhan mengaktualkan dirinya dalam kehidupan kita. Agar hanya Dia sebagai awal dan akhir dari semua urusan. Kalau hal tersebut dipahami dengan benar, maka masihkah  menjadikan materi sebagai orientasi hidup ?  Kalau ya, maka  pasti sangat tolol. Wong pepesan kosong kok dijadikan tujuan? Nah ilmu dunia itu belajar pepesan kosong.”


“ Segitunya kamu bersikap?


“ Apabila kita memahami bahwa materi itu omong kosong, maka konsepsi kita harus dibangun dari nilai-nilai Tuhan. “


“ Nilai nilai Tuhan? Caranya ?” kataku mulai penasaran dengan sikapnya. Aku bangkit dari tadinya tidur, sekarang duduk menatapnya yang telentang.


“ Tuhan menyediakan metodelogi memahami itu melalui kebudayaan, agama atau pengalaman hidup.”


“ Tapi apakah cukup dengan memahami saja? 


“ Tidak.  harus melatih alam bawah sadar  tentang nilai-nilai Tuhan itu. “


“ Mengapa? 


“ Alam bawah sadar adalah bagian pikiran manusia yang dak disadari keberadaannya, namun pengaruhnya sangat besar. 90% kekuatan  berasal dari alam bawah sadar. Hanya 10% berasal dari alam sadar. Jadi hanya 10% dari bangku sekolah. Ngapain cari yang 10%. 


“ Ya udah. Lanjut. “


“ Bawah sadar diciptakan Tuhan sebagai bentuk kekuasanNya. Nasib  ditentukan oleh kekuatan alam bawah sadar itu. Atau bisa dikatakan, senang atau susah, sukses atau gagalnya perjalanan hidup manusia, sangat dipengaruhi oleh “program” atau “suges ” yang tertanam di “Pikiran Bawah Sadar”. Oleh karena itu, sangat penting bagi siapa pun juga untuk memahami “Potensi Pikiran Bawah Sadar”. Yang lebih penting lagi adalah tahu menggunakan kekuatan bawah sadarnya.


“ Ya bagaimana caranya ? Kataku penasaran. Eh dia malah mau tidur. “ Jangan tidur dulu. Tentu tidak akan bisa memahami alam bawah sadar tanpa melalui raga. Ya kan. Terusin ceritanya” 


“ Ya. tetapi harus disadari bahwa raga  terjebak dengan ruang dan waktu.   Nah setiap agama punya cara melatih  alam bawah sadarnya itu. Contoh, dalam agama Buddha disebut dengan meditasi. Dalam Islam dikenal ritual sholat dan zikir. Dalam Kristen melalui Kebaktian,berdoa.  Hindu punya ritual yang dinamakan Sandhyopasana dan Samskara. “


Semua agama punya aturan melatih alam bawah sadarnya melalui ritual.” kataku.


“ Ya pada prinsipnya mereka harus menghilangkan atau membersihkan pikirannya dari rasa bangga, prasangka, atau pengharapan. Dalam Islam, ketika orang sholat dia dak lagi berada di dunia. Dia berada di singgasana Allah. Hanya ada dia dan Allah. Tidak ada perantara apapun. Agama lain pun punya prinsip yang sama. Bila latihan itu dilakukan terus menerus sepanjang usia maka alam bawah sadar akan terbentuk dengan sendirinya. Sehingga pikiran bawah sadar dapat mengendalikan aktivitas fisik tanpa disadari oleh pikiran sadar dan dapat mengungkapkan ide atau pikiran yang berada di luar jangkauan persepsi sadar . Dengan demikian maka hidup akan berubah, penyakit bisa tersembuhkan, kesuksesan dan kebahagiaan bisa diraih dengan mudah.  tidak hanya bekerja dengan kecerdasan berpikir, melainkan intuisi, kreatifitas dan keberuntungan berpihak kepada kita “


“ Mengapa? 


“ Cara kerja pikiran bawah sadar sangat berbeda dengan pikiran sadar. Apabila selama ini  bekerja keras dan hanya mengandalkan logika atau alam sadar saja, maka  pasti mendapatkan hasil yang biasa-biasa saja. Atau bahkan untuk mencapai suatu usaha,  perlu banting tulang sehingga  kelelahan.  Mudah terjebak dengan cara pintas perbuatan dosa yang merugikan orang lain.  


Nah banyak orang beragama dan berpendidikan di era modern sekarang kurang melatih alam bawah sadarnya. Mereka hanya sibuk melatih logika alam sadarnya melalui pendidikan dan kursus, hasilnya hanyalah paradox. Banyak orang beragama rajin melakukan ritual meditasi dan sholat, malah potensi alam bawah sadarnya dak muncul.”


“ Mengapa? Makin penasaran aku.


“ Karena persepsinya ketika sholat masih berada di alam sadarnya dengan harapan akan mendapat reward pahala atau surga, atau kehormatan. Sehingga meskipun dia rajin sholat dan berdoa, dia masih terjebak dengan alam sadarnya. Renta terhadap tantangan hidup, mudah mengeluh dan cepat putus harapan. “


“ Oh gitu ya” 


“ Makanya perlu reorientasi mental beragama. Bahwa agama itu harus dipahami sebagai ‘comprehensive commitment’ dan ‘driving integrating motive’, yang mengatur seluruh hidup seseorang. Agama diterima sebagai faktor pemadu (unifying factor). Bukan sebagai something to use, but not to live. Orang berpaling kepada Tuhan, tetapi dak berpaling dari dirinya sendiri. Sehingga ritual agama tidak membuat dia menjadi lebih baik secara mental. Imam Al-Ghazali, menyatakan bahwa beragama seper ini adalah beragama yang ghurur (tertipu). Tertipu, karena dikira sudah beragama, ternyata belum. “


“ Gimana dengan orang tak beragama atau paham agama”


“ Bisa saja orang tidak memahami agama dengan baik, dak melakukan latihan sholat atau ritual secara intensif, seperti bangsa Cina, Jepang, atau kaum ateis, aliran kepercayaan, namun mentalnya baik karena alam bawah sadarnya menyala.”


“ Bagaimana caranya mereka melatih alam bawah sadarnya? 


“ Ya, lewat kebudayaan. Budaya mereka mengajarkan dan melatih berkomunikasi dengan alam dan lingkungan. Tentu dak berkomunikasi semata dengan kata-kata, berkomunikasi dengan “perasaan” (feeling). Perasaan adalah bahasa jiwa. Jika ingin tahu apa yang benar tentang sesuatu, dengarlah nurani yang senantiasaberbicara kepada manusia setiap waktu. Juga bisa berkomunikasi lewat “pikiran” (thought). Pikiran dan perasaan tidaklah sama, meskipun keduanya dapat berlangsung pada saat yang sama. Dalam komunikasi lewat pikiran, mereka menggunakan media imajinasi dan gambaran. Tulisan China dan Kanji itu gambar imajinasi tentang alam. Itu bermakna hebat. Itu ayat ayat Tuhan. Karenanya, pikiran lebih efektif daripada menggunakan “kata” sebagai alat komunikasi. 


Mereka juga menggunakan kendaraan “pengalaman” sebagai media komunikasi, seperti melihat orang sakit, kematian, bencana, kekecewaan, kebahagiaan. Setiap pengalaman itu menjadi pemicu untuk memasuki alam bawah sadar. Contoh mereka gagal berkali kali, mereka tidak mengeluh tapi mereka sikapi dengan positif sebagai cara membangkitkan kekuatan alam bawah sadarnya untuk menjadi orang sukses, kuat, dan punya empati besar kepada orang lain. Mereka paham kalau kegagalan dan penderitaan disikapi dengan negatif dan penuh keluhan maka potensi alam bawah sadarnya semakin meredup dan biasanya mereka jadi korban kehidupannya sendiri. Itu mereka hindari sekali. 


Kita tidak perlu bersikap negatif terhadap orang yang tak seiman dengan kita dan menganggap mereka salah. Faktanya kadang mereka lebih sukses membangkitkan alam bawah sadar mereka dibandingkan orang yang katanya taat beragama. “


“ Yaa. Mengapa? 


“ Pemahaman teologi mengatakan bahwa manusia menciptakan kejadian di alam semesta ini bersama Tuhan. Bahwa manusia bekerja sama dengan Tuhan untuk menciptakan berbagai peristiwa yang dikehendaki. Artinya Tuhan itu sangat dekat dengan manusia. Bahkan kalangan ahli Tasawuf mengajarkan manusia harus memikirkan diri sebagai manifestasi Tuhan. God as me, atau Tuhan sebagaimana saya. Sebagaimana paham wahdatul wujud, bahwa kehendak seseorang bersatu dengan kehendak Tuhan.  Pada tingkat tertentu, dalam pengalaman rohani yang sangat tinggi, yakni paling ujung dari seluruh perjalanan spiritual bahwa manusia tidak lagi bisa membedakan mana dirinya dan mana Tuhan. Pada tahap ini kemampuan alam sadar tak lagi berfungsi untuk membedakan antara Khalik dan makhluk, antara Tuhan dan saya. Paham kamu.”


“ Dari mana kamu pahami ini semua ?


“ Ibuku yang mendidikku. Aku masih ingat, waktu SMP, ibuku akan berangkat ke Colombo dalam konprensi wanita sedunia. Dia hanya belajar koversation bahasa inggris seminggu. Setelah pulang dia perlihatkan photo dia berpidato diatas mimbar di hadapan peserta dari seluruh dunia. Dia fasih bahasa arab dan mengerti bahasa China. Padahal dia tidak pernah ke Inggris dan Arab, apalagi ke China. Kamu bayangkan. Kapan ibu saya belajar tentang Dunia perempuan secara terpelajar. Dia hanya lulusan pondok pesantren tingkat SLA. Tetapi ilmu dunia itu mudah saja dia serap. Karena 90% alam bawah sadarnya berfungsi dengan baik. Itu karena dia beragama dengan benar. “ Katanya dan dia nampak lelah dan tertidur.  Sejak itu aku tidak akan memaksanya melanjutkan kuliah…Kalau dia bisa mengelola bisnis dengan mitra international dan menggaji orang lulusan universitas terbaik, dia tetaplah suamiku yang tak pernah anggap dunia ini  segala galanya. Tetapi hanya jalan Tuhan dan melewatinya dengan cara bersahaja. 


Saturday, September 26, 2020

Menulis dengan hati


Waktu SMP saya sulit sekali membuat cerpen yang bisa menggugah orang. Ibu saya menasehati saya.  “Menulislah dengan hati”. Saya masih bingung, bagaimana sih menulis dengan hati. Kemudian ibu saya menyuruh saya membaca komik. Saya suka. Mengapa ? karena imajinasi saya terbantukan dengan adanya gambar. Kemudian, ibu saya mengatakan. Bagaimana kalau gambar itu kamu susun dalam bentuk tulisan. Ceritakan semua menurut imajinasi kamu apapun suasana, sedih, bahagia, kawatir, takut. Nah tanpa hati, penggambaran suasana itu tidak hidup. 


Kemudian saya mencoba menulis cerpen dengan diskripsi tentang tokoh dan suasana. Tetap saja gagal. Kemudian ibu saya mengataka bahwa manusia punya cara indah mengungkapkan suasana hati. Yaitu melalui metapora. Kalau kamu ingin menggambarkan cantiknya wanita. Contoh,“ Wajahnya bersinar seperti bulan. Bercahaya bagaikan berlian. Dagunya seperti sarang lebah bergantung. Juga bisa menggunakan personifikasi. Contoh, Pohon tertidur dalam dekapan musim dingin. Membawa pesan cinta bagi semua. Ada saatnya berhenti barang sejenak. Begitu Alam bertitah. Lantas bagaimana saya bisa mempertajam kemampuan mengolah imajinasi dalam bentuk metapora dan personifikasi? belajarlah menulis puisi. Kata ibu saya. Sejak SMP saya keranjingan menulis puisi.


Ada  cerpen yang saya tulis waktu SMP. Setelah saya merantau di Jakarta, tahun 1982  saya kirim cerpen itu  ke RRI dalam acara monolog. Saya masih ingat judulnya “ kereta terakhir”. Lucunya saya sendiri menangis mendengarnya. Karena suasana awal merantau dalam derita nestapa, cerpen “ kereta terakhir” itu membuat saya rindu ibu saya. Tetapi saya tidak ingin pulang gagal. Saya ingin membawa ibu saya pergi Haji. Kisah “ kereta terakhir “ itu membuat saya terpacu untuk bersemangat dalam derita dan tak kehilangan harapan. Ya menginspirasi saya sendiri. Tahun 1983 di Kebun Pala, Tanah Abang, saya sering mengintip latihan theater Koma asuhan Teguh Karya. Di situ  kemampuan imajinasi saya tentang dialogh dalam peran semakin tajam.


Menulis dengan hati, itu adalah dakwah untuk lahirnya perubahan lebih baik. Dalam bentuk prosa kita bebas bersatire tentang politik, agama, budaya, sosial dan ekonomi. Revolusi kebudayaan di China lahir dari panggung theater. Budaya kolot orang minang  yang mengutamakan harta dan Cinta dalam menetukan pilihan pasangan, dengan apik dibantah oleh Hamka dalam  bentuk kisah roman., “ Tenggelamnya Kapal van der Wijck. Bahwa harta dan cinta manusia bisa berubah. Tetapi cinta Tuhan abadi. Marah Rusli, dalam kisah “ Salah asuhan” sukses mengubah mindset orang Indoesia yang lebih suka kebarat baratan. Chairil Anwar, dalam puisi “ Kerawang-Bekasi, “Aku”  sukses mengubah takut menjadi euforia kematian demi membela negeri.


Tahun 2014 orang datang dari Medan khusus untuk bertemu saya. Sebelumnya saya tidak kenal. Mengapa? berkat baca kisah cerpen saya di blog, dia bisa berdamai dan kembali kepada istrinya. Diapun sadar kesalahannya dan minta maaf. Saya terharu ketika pasutri itu datang hanya ingin saya mendoakan mereka agar hidup rukun dan damai. Padahal usia mereka lebih tua dari saya. Ada anak yang merasa kecewa karena hidupnya susah . Dia merasa ibunya berlaku tidak adil terhadap dia. Dia datang menemui saya dengan bersimbah air mata. Itu karena dia membaca cerpen saya di blog. Dia datang bersama ibunya. Berdua mereka menangis di hadapan saya. Ada anak yatim yang sukses sebagai pengusaha karena terinspirasi dari tulisan saya. 


Mungkin dalam banyak hal saya tidak bisa mentunaikan apa yang saya tulis. Tetapi dengan orang membacanya, orang lain bisa mentunaikan. Di situlah kebahagian terjadi. Bahwa dengan segala keterbatasan, saya bisa menyampaikan pesan cinta Tuhan, tanpa harus menggurui dengan firman Tuhan. Karena kehidupan ini adalah rangkaian pesan cinta dari Tuhan. Masalahnya, bagaimana menyampaikannya dan membuat orang mau mendengar dengan hati. Tentu harus disampaikan dengan hati pula.


Monday, September 21, 2020

Ampuni aku ya Tuhan.


Bulan lalu, seusai makan malam dengan teman teman di Jalan Pangeran Jayakarta saya pulang naik taksi. Ketika itu jam 7 malam. CC saya kena bill Rp. 6,4 juta. Di dalam taksi saya asyik baca komen teman teman Dumay saya. Terdengar nada telp. Supir taksi minta izin terima telp. Saya mengangguk. Terdengar supir berbicara dengan nada setengah berbisik “ Ya sabar bu.. sejak corona penumpang sepi terus bu. Mau bantu gimana. Sabar bu. “ Diam cukup lama sepertinya supir taksi itu menyimak. “ Sabar bu” jawabnya. Telp kemudian terhenti.


“Emang sejak corona penumpang sepi ya pak ? Tanya saya.

“ Ya pastilah pak. Kegiatan orang berkurang. Bukan hanya taksi. Semua angkutan umum semua sepi. Kapan ya pak ini berakhir”

“ Berapa persen turun pendapatan.Kira kira.” Kata saya.

“ Duh susah bilang persen. Yang jelas tekor. “

“ Oh gitu.”

“ Awal awal corona, kadang ada saja rezeki. Orang stop kendaraan di tengah jalan. Mereka kasih sembako. Ada yang kasih amplop berisi uang Rp. 50.000. Tetapi lama lama udah jarang. Bahkan sekarang udah engga ada lagi. “

“ Bantuan pemerintah dapat ?

“ Baru sekali. Itupun dari Mabes Polri. Dah itu aja. Sampai sekarang belum dapat. Katanya minggu depan bakalan dapat lagi. Engga tahu saya”

“ Sabar ya pak “ kata saya.

“ Ya pak. Tadi istri saya telp. Adiknya mau mau pinjam uang Rp. 1 juta untuk bayar kotrak rumah. Kami engga ada uang. Ya istri saya sarankan numpang di rumah kami. Mau gimana lagi. Suaminya kena PHK. Mereka punya anak 2. Saya mau bantu rumah kontrakan engga ada uang. Ya mau engga mau. Gabung ajalah. Padahal kontrakan kami rumah petak.” Katanya.


Saya membayangkan, rumah kontrakan umumnya satu kamar. Ukuran rumah 32 meter. Itu tidak layak apalagi di isi oleh dua keluarga. Kehidupan karena PSBB akibat Corona telah menempatkan mereka yang miskin ke jurang nestapa. Keluhan dan tangis mereka tidak akan di dengar di Senayan. Padahal kalau anggaran petugas pengawas itu diberikan kepada mereka. Itu sangat menolong mereka bisa bertahan. Apalagi pengawasan ala kadarnya. Andaikan APBD lebih besar tersalurkan untuk mereka. Andaikan gaji PNS bisa dikurangi sedikit, itu sudah sangat membantu.


Tapi entah mengapa seketika saya merasa diadili. Saya merasa bersalah atas sikap saya. Barusan saya bayar bill hampir Rp. 7 juta untuk sekali makan. Waktu makan malam kami semua bicara tentang keluhan akibat Corona. Sementara ada orang untuk bayar kontrakan Rp. 1 juta saja engga ada uang.


Ketika turun dari taksi. “ Pak ini ongkos taksinya. Dan ini ada titipan untuk keluaga adik ipar bapak. Bayarlah uang kontrakan selama 3 bulan. Saya berdoa moga akhir tahun ini kehidupan udah normal lagi.” Kata saya menyerahkan lembaran dollar. Air mata saya berlinang. Saya memang lagi sulit karena hampir semua bisnis lesu. Bahkan business process yang sudah berlangsung terpaksa dihentikan. Itu kerugian pasti. Tetapi saya tidak harus sewa rumah. Tidak harus cicil rumah. Tidak pusing soal makan. Saya tak pantas mengeluh “ Ampunin aku ya Tuhan. “


***

Kematian Yuli.

Saya nonton video yang ditayangkan lewat sosial media. Seorang wanita bernama Yuli. Warga banten. Dia berkata dengan raut wajah memancarkan putus asa dan air mata berlinang seraya memeluk buah hatinya yang masih balita. Sudah dua hari tidak makan. Suaminya Kholid sebagai pekerja lepas yang menerima upah Rp. 25.000 perhari. Kalau tidak bekerja tentu tidak dapat upah. Sudah dua hari tidak bekerja sejak ada ketentuan social distancing.  Cerita terakhir Yuli dipanggil Tuhan meninggalkan anak anak dan suaminya dalam kemiskinan. Seperti Yuli itu bukan hanya satu itu. Tetapi ada banyak Yuli lain yang harus terpaksa sabar menerima kenyataan suaminya di rumah tanpa penghasilan.


Yuli tidak bunuh diri dalam keputusan asaan. Tetapi dia mati karena kesengsaraan oleh system. Yuli tidak hidup di Afrika. Jaraknya hanya 2 jam perjalan ke Istana dan satu jam ke Kantor Gubernur Banten yang megah itu. Tak jauh dari Ibu Kota yang membangun trotoar Rp. 1 triliun lebih dan kemudian dibongkar lagi. Tak jauh dari mereka yang punya rekening private banking ratusan miliar yang hidup nyaman dari bunga bank.Tak jauh dari gedung DPR yang menghabiskan anggaran Rp, 40 triliun selama 5 tahun. Tak jauh dari kita yang bebas berselancar di sosial media memakan quota internet. Tak jauh dari kita yang mampu beli sepeda seharga hampir 100 juta rupiah.


Anda  akan berkata, tentu, “Ah, apa hubungan dengan saya!” Anda akan bertanya kenapa anda  disangkutkan ke dalam “salah”. Maaf, beribu-ribu maaf. Saya punya bahasa yang kasar kali ini: jika kita tidak tahu, jika kita tidak merasa bersalah karena kematian Yuli itu, jika kita merasa tak berurusan dengan  Yuli  melepas raga karena lapar, itu berarti kita dungu atau tak punya hati. Anda  tahu bahwa setiap negara atau kota selalu ada kemiskinan. Di Indoesia terlalu bebal kalau anda tidak tahu arti ketimpangan. Kekayaan yang begitu timpang, kesempatan yang begitu selisih. Dari sini anda tahu apa yang menyebabkan Yuli mati dalam kelaparan.


Yuli adalah korban dari ulah kita semua. Kematiannya tidak akan disebut sebagai pahlawan seperti para dokter. Padahal Yuli mati dikorbankan oleh program peduli kesehatan dalam mengatasi wabah COVID. Karena sosial distancing atau PSBB memungkinkan negara menerbitkan surat utang untuk membantu BUMN yang sekarat, dan perusahaan besar yang sulit bayar utang. Membantu  menutupi defisit APBN agar para PNS dan elite politik tetap makan dan hidup senang. Membantu pemerintah tetap eksis. 


Andaikan ada survey, jumlah kematian karena PSBB seperti Yuli tentu jumlahnya tak sedikit. Jauh lebih besar dari kematian karena COVID-19. Namun kematian seperti Yuli itu tabu dicatat statistik. Karena politik memang mengharuskan ada korban. Dan itu selalu orang miskin dan lemah yang dikorbankan. Kita lebih bersalah lagi ketika Ahok membuka borok BUMN yang menguasai 50% aset negara tak ada ulama dan tokoh agama yang mendukung. Tak ada demo mahasiswa yang mendukung. Yang ada adalah hujatan kepada Ahok. Padahal Ahok sedang bicara tentang nasip Yuli Yuli lain di negeri ini yang terkapar karena mental korup kita semua.

HAK istri.

  Ada   ponakan yang islamnya “agak laen” dengan saya. Dia datang ke saya minta advice menceraikan istrinya ? Apakah istri kamu selingkuh da...