Saya menikah usia 22 tahun. Ketika itu saya
tidak punya pekerjaan tetap. Kuliah juga belum selesai.Tidak ada tabungan.
Tidak ada asuransi. Jadi benar benar saya menghadang resiko. Apa itu? Bila uang untuk sewa rumah saja tidak ada , setelah kawin dimana
saya mau tinggal ? Bila asuransi saja tidak ada, kalau anak lahir
darimana saya membayar biaya rumah sakit . Kalau
terjadi apa apa , apa yang harus saya lakukan bila tabungan saja tidak ada.
Bagaimana saya bisa menyelesaikan kuliah saya, dengan beban istri bersama saya …dan terakhir bagaimana bisa
meyakinkan secara akal sehat kepada istri bahwa hidup akan aman aman saja walau tidak ada
jaminan income. Sementara sebagian besar teman dan kerabat menasehati saya dengan
analisa future yang sangat mengerikan.Bahwa rumah tangga saya akan hancur bila
tidak ada penghasilan. Masa depan akan hancur bila tidak selesai kuliah.Dan
banyak lagi.Tapi saya tidak peduli. Ketika layar terkembang, pantang surut kebelakang.No way return! Apa modal saya ? 1.Restu orang tua.2.Iman. Berjalannya waktu , semua bayangan menakutkan
itu, tidak terjadi. Saya dan istri baik baik saja. Sementara teman yang ahli merencanakan kapan harus menikah dengan
sederet pra kondisi, harus selesai kuliah, harus kerja, harus punya rumah , harus
mapan, kini diusia diatas 50 tahun masih mencemaskan putranya yang masih
sekolah atau kuliah, masih bingung menyiapkan tabungan masa tua, dan lain
sebagainya. Sementara saya diusia setengah abad ini, engga lagi direpotkan
dengan itu semua. Alhamdulilah satu putra saya telah menikah dan memberi saya dua cucu
hebat. Insha Allah, tahun ini sibungsu akan menyelesaikan kuliah kedokterannya
dan menikah. Tenaga saya masih kuat karena belum usia pension, dan berharap
menggunakan sisa umur ini untuk kegiatan sosial.
Tahun 1996
kurs Rp.2300/1 USD dan tahun 1998 atau dua tahun kemudian menjadi diatas
Rp.10 ribu. Krisis moneter melanda republic ini. Banyak teman kehilangan pekerjaan dan
usahanya bangkrut. Kalau tadinya mereka menjadi middle class berkarir
diperbankan atau punya pabrik ,dengan kejadian krismon itu class mereka jatuh.
Saya perhatikan , ada teman yang frustrasi dan selalu meratapi keadaan,
akhirnnya hidupnya hancur. Ada yang meninggal karena serangan jantung. Ada juga
yang terlalu banyak rencana tapi tidak berbuat apapun karena takut uang
pesangon atau sisa modal habis. Akhirnya
uang pesangon atau modal habis dimakan dan mereka depresi. Rumah tangga hancur
dan mereka kehilangan potensi. Tapi ada yang ketika musibah terjadi, langsung
berbuat dengan uang pesangon atau modal yang tersisa. Mereka langsung merubah
gaya hidupnya. Mereka ambil resiko untuk
keluar dari masalah.Dengan cara berbuat. Apa yang terjadi kemudian?. Sebagian kini
jadi pengusaha sukses dibidang perkebunan, perikanan. Ada yang bisa eksport hampir
Rp 1 trilun ikan tuna ke Jepang. Ada yang punya ribuan hektar kebun Sawit dan tambang batu bara. Dan
ada yang langsung namanya masuk dalam urutan orang terkaya di Indonesia
karena kepiawaianya sebagai consultant shadow banking untuk
membeli asset yang dikuasai BPPN. Bahkan
ada yang tadinya hanya distributor barang import ,kini punya pabrik di China , Vietnam.
Saya bertemu dengan banyak orang Indonesia yang punya usaha di China, sebagian
besar meraka adalah alumni korban Krismon 1998. Mereka kaya
raya dan sukses.
Mengapa saya ceritakan diatas? Semua manusia punya kesempatan sama. Allah
maha adil akan itu. Lantas mengapa ada yang beda nasipnya. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang kalah dan ada yang menang. Ada yang sukses dan ada yang
gagal. Selalu bersanding antara nasip baik dan buruk. Mengapa ? ternyata bukan
karena kehebatan ilmu, bukan karena harta berlebih, bukan karena kesempurnaan
tubuh,bukan karena banyak zikir. Bukan !. Tapi mindset. Cara berpikir.! Itulah yang membedakan nasip
orang satu dengan yang lain. Orang yang pesimis selalu
menghitung masalah yang ada dan
membayangkan masalah yang belum ada. Dia selalu jadi pecundang. Apapun yang dia
lakukan tetap akan menjadikannya pecundang. Baik dari sisi spiritual maupun
dari sisi social. Mengapa ? Karena dia bukan penyelesai masalah tapi bagian
dari masalah itu sendiri. Sikap paranoid melekat erat kepada orang yang
pesimis. Optimism is the most important human trait, because it allows us to evolve our ideas, to improve our situation, and to hope for a better tomorrow. Banyak orang punya titel berlapis, punya harta berlebih dari warisan keluarga namun akhirnya semua hilang dan dia meradang seumur hidup menyesali yang telah terjadi dan membayangkan buruk yang akan terjadi. Orang yang bernasip baik adalah orang yang mau menerima nasip buruk dan melewatinya dengan tegar.! Ya..Orang pesimis melihat kesulitan dalam setiap peluang. Orang optimis melihat peluang disetiap ada kesulitan.
Dengar lah nasehat Ali Bin Abi Thalib “ Bukanlah
kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit.
Karena itu, jangan pernah mencoba untuk menyerah, dan jangan pernah menyerah
untuk mencoba. Maka jangan katakan kepada Allah bawa kita punya masalah, tapi
berkatalah kepada masalah bahwa kita punya Allah SWT. Yang Maha Segalanya” Ya, Ingat ketika awal menikah saya tanya sama istri mengapa
dia berani hidup bersama dengan saya. Dia optimis Allah akan menolongnya
sepanjang dia yakin dengan suaminya. Keyakinan atau optimisme inilah yang membuat sesulit
apapun keadaan, akan selalu bersama sama mengatasinya, tanpa saling menyalahkan
atau mengeluh tak berkesudahan. Baik rumah tangga maupun kehidupan
bermasyarakat, bernegara, sikap optimis inilah sebagai modal untuk membuat
nothing is impossible. Waktu menikah saya tidak mungkin punya rumah
karena tida ada tabungan, setelah menikah Allah beri saya rumah. Saya tidak
mungkin bisa punya kendaraan karena saya tidak bisa setir dan engga ada income pasti tapi Allah beri saya kendaran dan supir. Saya tidak mungkin mapan karena tidak
pumya pekerjaan tetap, tapi Allah beri saya sumber pekerjaan untuk memberi
orang lain pekerjaan. Kehidupan saya mengajarkan dengan pasti bahwa nothing is impossible..tidak ada yang tidak mungkin asalkan anda tidak meliat kesulitan pada setiap kesempatan namun melihat kesempatan pada setiap kesulitan.Yakinlah !