Dimanapun , bahkan di Amerika, di
Eropa, kampanye menjelang PEMILU sangat menentukan menang kalah. Sukses partai
tergantung dengan strategy pemenangan pemilu, yang didalamnya ada taktik kampanye.
Bersyukurlah Partai seperti Golkar yang salah satu anggota DPP nya adalah Rizal
Mallarangeng yang dikenal sebagai orang yang ahli dibidang kampanye politik dan punya track record
mengantarkan SBY menjadi presiden dua periode. Disamping itu sang Ketum
mempunyai Media massa sendiri yaitu Tvone sehingga tidak sulit untuk
melancarkan program kampanye baik langsung maupun tidak langsung.Begitupula
dengan Hanura yang didukung oleh Haritanoe yang menguasai berbagai media TV
dibawah bendera MNC group. Juga tak beda dengan Nasdem yang dikomandani oleh
Surya Paloh sang pemilik Metro TV. PD lebih mengandalkan kepada pamor seorang
SBY dengan dukungan dari infrastruktur kekuasaan sebagai incumbent. Sementara
bagi partai lain seperti yang tidak punya media massa harus putar otak untuk
bisa bersaing , seperti PKB yang memanfaatkan Rhoma Irama sebagai juru kampanye
dan sekaligus capres. PPP dan PBB , PAN lebih mengandalkan kekuatan patron
agama untuk meraih suara. PKS dan PDIP mengandalkan kepada kekuatan kader
diakar rumput untuk meraih suara terbanyak. Maklum kedua partai ini adalah
partai kader dan partai idiologi. Audience mereka adalah juga kader partai
mereka sendiri. Tentu pendekatannya kepada calon pemilih berbeda dengan partai
lainnya.
Tapi yang menarik dalam Pemilu
kali ini adalah tidak nampak perseteruan keras dipermukaan antar partai kecuali
semua satu suara bagaimana menjatuhkan pamor Jokowi sebagai Capres. Padahal Jokowi
belum resmi sebagai Capres karena memang belum masuk phase Pemilu Presiden.
Saat sekarang Jokowi hanya dideklarasikan oleh PDIP sebagai Capres dan
penentuannya tergantung dari hasil Pileg
bulan April nanti. Apabila PDIP punya suara diatas ambang batas untuk
mencalonkan Presiden maka Jokowi akan resmi sebagai Capres tapi kalau tidak
maka akan ada koalisi dengan partai lain dan belum tentu Jokowi akan
ditempatkan sebagai Capres. Mungkin karena hasil survey sebelumnya menempatkan Jokowi sebagai candidate presiden tertinggi elektabilitasnya dibandingkan kandidat
lainnya maka segala cara dipakai untuk menjatuhkan citra jokowi termasuk juga
menjatuhkan citra PDIP. Informasi yang beredar selama ini tentang PDIP adalah
1.Melegalkan outsorucing sebagaimana UU No. 13 tahun 2003. 2.Menggelar operasi
militer di Aceh karena Aceh menuntut
ditegakkannya UU syariah. 3.Merilis UU terorisme. 4. Membebaskan obligator
BLBI. 5.Mengobral Asset dan BUMN termasuk penjualan tanker pertamina. Sehubungan dengan Jokowi semua sepakatat
mengatakan bahwa Jokowi adalah Capres boneka dari Megawati, Jokowi pembohong
karena inkar janji dalam Kampanye Cagub bahwa dia akan bertahan sampai usai
masa jabatannya sebagai Gubernur.
Saya tersenyum membaca informasi tersebut. Mungkin orang awam mudah dipengaruhi akan informasi itu tapi bagi orang agak terdidik baik sangat mudah mengetahui berita itu bohong dan sengaja dihembuskan untuk tujuan politik yang tidak mendidik. Ketahuilah bahwa : 1. Outsourcing itu berkaitan dengan Revisi UU No.13/2003 atas
adanya Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket Kebijakan Iklim Investasi. Jadi
rezim SBY yang mengadakan system outsourcing, bukan PDIP. 2). Dizaman Megawati
UU No 18 tahun 2001 tentang Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan syariat Islam
untuk Ace disyahkan, termasuk UU RKK. Operasi
Militer dilakukan bersifat terbatas atas usulan ketua MPR Amin Rais. 3.UU
Mengenai Terorisme adalah kelanjutan dari Amandemen UUD 45 yang dirancang oleh
DPR/MPR yang ketika itu dikuasai oleh Poros Tengah dan Golkar. 4. Pembebasan
Obigator BLBI berkaitan dengan MSA ( master settlement Agreement) dan bagian
dari skema penyelesaikan krisis 1998 atas tekanan dari DPR yang dikuasai oleh
Poros Tengah dan Golkar. 5. Penjualan BUMN/Asset mengacu kepada UU APBN dimana
tidak boleh ada tambahan hutang baru dan karenanya dimungkinkan menjual BUMN
yang tingkat PSO nya dibawah 50% dan mengurangi subsidi. Tapi lawannya
menjadikan issue pengurangan subsidi dan penjualan asset sebagai cara
menjatuhkan citra PDIP sebagai Partai
wong cilik dan nasionalisme. Megawati dan PDIP sadar akan hal itu namun sebagai
negarawan dia harus mengambil resiko untuk kepentingan jangka panjang. Terbukti
setelah dia , SBY bisa bekerja dengan tenang untuk memacu pertumbuhan ekonomi
dan atas dasar UU RKK, rekonsialiasi Aceh dapat dilaksanakan.
Bagaimana dengan hujatan terhadap
Jokowi bahwa dia ingkar janji dengan rakyat Jakarta? Sehingga terkesan kutu
loncat dan haus kekuasaan. Untuk dimaklumi bahwa masalah jakarta berbeda dengan
daerah lainnya.Jakarta ini sebagian besar kebijakan pembangunannya ada pada
Pemerintah Pusat. Sebisanya Jokowi berusaha untuk melobi Pemerintah Pusat untuk
memperbaiki hubungan birokrasi antara Pemrov dan Pusat agar Jakarta lebih
efektif dan efisien dikelola sesuai program Jakarta baru, tapi ternyata tidak mudah. Apalagi kekuatan
PDIP di DPRD DKI tidak significant, belum lagi egoisme sektoral di Kabinet
yang diwarnai oleh kepentingan politik partai dibalik Menteri maka semakin
menyulitkan untuk adanya perubahan system. Seorang teman pernah bertanya kepada
Jokowi prihal niatnya menjadi Presiden dalam kaitannya dengan janjinya dalam
kampanye Pilkada. Menurutnya yang harus diketahui bahwa menepati janji satu hal
namun memenuhi janji lain hal. Jokowi bisa saja menepati janji 5 tahun sebagai
Gubernur tapi dia pasti tidak bisa memenuhi janjinya sesuai program Jakarta
baru karena dijegal oleh hubungan birokrasi dengan Pemerintah Pusat. Salah satu tekadnya menjadi President adalah
dalam rangka memenuhi janjinya untuk menjadikan program Jakarta Baru berhasil
sehingga Jakarta bisa menjadi icon bagaimana negara dikelola dengan cara modern dan manusiawi.
PDIP itu awalnya merupakan fusi tiga partai
yaitu Parkindo, Murba dan PNI. Tahun 2004, Parkindo pindah ke Partai Demokrat
dan sangat berperan menggembosi suara PDIP dari kalangan umat kristiani.
Kekuatan Murba di PDIP sangat sedikit bahkan konon katanya tahun 1996 semua
sudah dihabisi oleh Laksus Kodam V Jaya sebagai kelanjutan dari peristiwa 27
Juli. Saya bukan kader PDIP dan juga bukan pemilih PDIP. Saya tetap menjadikan PKS sebagai pilihan saya. Mengapa saya memilih PKS itu tidak perlu dijelaskan. Namun bagaimanapun saya tidak mau kehilangan prinsip untuk mengatakan yang benar itu benar, dan yang salah itu salah. Karena bagaimanapun di PDIP itu sebagian besar elite nya beragama Islam dan sesama muslim kita bersaudara dan wajib bagi kita untuk membelanya.Yang kini tersisa di PDIP adalah PNI atau Marhaen dengan idiologi pembela
rakyat tertindas. Qur’an jelas menerangkan bahwa Allah tidak main-main dalam
membela kaum Mustad’afin, karena sebutan pendusta Agama dalam surat Al Ma’un
merupakan pernyataan yang keras, bahkan ditambah celakalah orang yang Sholat
dan enggan memberikan bantuan orang miskin. Ingat bahwa di Surat Al Ma’un
tersebut tidak sebatas pada pelaku individu tetapi juga pada tingkatan negara,
karena kebijakan pemerintah yang pada akhirnya lalai terhadap kaum minoritas
dan juga masyarakat miskin juga tidak jauh berbeda dengan seorang pendusta
agama. Pada akhirnya seseorang yang juga hanya berdiam diri terhadap kebijakan
yang tidak pro terhadap rakyat miskin dan cenderung membiarkan adalah termasuk
juga sebagai pendusta agama.