Ketika tahu ada rencana membuat
film Soekarno, saya berpesan kepada putri saya untuk mengingatkan saya bila
film itu tayang di bioskop. Benarlah, kemarin sabtu ,putri saya mengajak saya
nonton film Soekarno Indonesia merdeka di Lippo Karawaci Mall. Usai nonton film
itu ada dua pertanyaan yang diajukan putri saya. Pertama ,mengapa
Soekarno begitu sangat tersohor padahal ketika itu belum ada media TV atau
media sosial yang bisa mempublikasikan apa saja dengan real time. Kedua, mengapa Inggit begitu
setia mendampingi Soekarno yang boleh dikatakan tidak punya pekerjaan kecuali
hanya punya mimpi untuk kebahagiaan orang lain ( rakyat Indonesia). Saya
menjelaskan kepada putri saya bahwa pendiri bangsa ini adalah orang orang yang tulus. Mereka bicara tentang masa depan bangsa yang bernama Indonesia. Mereka berbicara tentang nasif orang lain yang tertindas akibat penjajahan. Mereka bicara bukan untuk satu kelompok saja tapi untuk semua, untuk bangsa. Mereka tak banyak.
Hanya segelintir orang saja ketika itu. Namun karena mereka zaman terbentuk
untuk lahirnya semangat kebersamaan mengusir penjajahan. Pemuda di Zaman dulu seperti Soekarno , M. Hatta, Syahrir,dan lainnya punya modal besar untuk membuat impian menjadi kenyataan. Apa modal mereka? mereka punya cinta. Ternyata energy magnit yang keluar
dari setiap kata kata mereka adalah berasal dari kekuatan cinta. Kekuatan cinta itulah yang menjadi energi raksasa menarik
jutaan rakyat untuk masuk dalam satu barisan yang teratur dan siap berkorban untuk itu.
Bagaimana mungkin? Apakah dapat dijelaskan secara science soal ini?Tanya putri saya. Menurut ilmu
pengetahuan bahwa semakin kecil suatu materi semakin besar energinya. Manusia
termasuk materi yang terkecil dibandingkan kehidupan alam semesta. Magnit
jantung manusia adalah 5 kali magnit bumi. Walau kita masih lebih besar
dibanding makhluk bakteri atau virus namun pada diri kita terdapat potensi yang
mampu menggerakan energi itu menjadi kekuatan. Hanya saja magnit itu tetap
tersimpan sebagai potensi. Keluarnya magnit manusia itu ternyata ada proses di
alam mikrokosmos kita ,dimana GEN kita berperan untuk menyalakannya. Misteri GEN
ternyata berhasil mengungkapkan hubungan “perasaan” dengan hubungan proses
nyala / padam Gen itu sendiri. Artinya ada “ sesuatu”yang maha dahsyat ikut
berperan mempengaruhi GEN kita bergerak.! Kekuatan cinta yang tulus tanpa
syarat itulah yang mampu menggerakan Gen positip kita untuk melahirkan magnit
berantai hingga memukau semua orang yang ada disekitar kita. Cinta yang
unconditional ini mengalirkan energi listrik yang raksasa , hingga dapat
mempengaruhi perasaan takut menjadi berani, perasaan lelah menjadi tegar,
perasaan kawatir menjadi percaya diri, perasaan lemah menjadi kuat. Nabi
Muhammad dalam perang badar membuktikan itu. 300 pasukan muslim dengan senjata
ala kadarnya mampu mengalahkan 1000 lebih pasukan kafir. Sjahrir dan Hatta,
Mohammad Roem mampu memukau politisi Belanda dan AS ketika dimeja perundingan
tentang kemerdekaan. Nabi, para pendiri negara kita , adalah mereka yang
dilahirkan oleh zaman dimana cinta itu segala galanya.
Kecintaan kepada sesuatu dialam
semesta ini sebagai repliksi dari kecintaan kepada Allah yang maha pemberi
cinta , telah mampu membangkitkan Gen positip mereka untuk menjadi magnit
lahirnya kebersamaan melawan ketidak adilan dimuka bumi. Islam yang dikomandoi
Nabi dari kota kecil “ Madinah” telah menjalar kekuatan magnitnya sampai
keseluruh jazirah Arab. Setelah beliau wafat, Islam terus berkembang sampai
keseluruh dunia. Soekarno ,ketika berhasil menjadi presiden terpilih Indonesia,
juga mampu mengalirkan magnit cinta itu keseluruh dunia. Kemerdekaan di Afrika
dan Asia dari jajahan asing karena sebuah inspirasi tentang kegigihan Soekarno,
tentang magnit yang dipancarkan oleh para pria /wanita Indonesia yang tampil
gagah berani melawan segala bentuk penjajahan dimuka bumi. Kala itu kita
dibanggakan oleh sepertiga penduduk planet bumi. Dikenal sebagai pembaharu dan
digaris depan menuju peradaban yang lebih baik. Lantas mengapa kita sebagai
bangsa kini tidak lagi mampu membangkitkan potensi magnit itu dari dalam diri
kita seperti halnya para pendiri negara kita dulu ? Kenapa mayoritas muslim di
Indonesia tidak mampu seperti generasi awal kebangkitan Islam ? Kita menjadi
komunitas bangsa yang resah, takut, pecundang dihadapan asing dan paranoid ?
Mengapa ? tanya putri saya beruntun. Saya tersenyum.
Penyebabnya adalah karena kekuatan cinta sudah sirna pada diri kita. Cinta tak lagi tulus.
Ketika cinta sudah bersyarat maka cahaya kebebasanpun kabur. Kita terisolasi
dengan berbagai kondisi untuk bisa bergerak. Gen positip kita semakin sulit
untuk menyala. Magnit pada diri kita terserap karena kecintaan kepada uang.
Kita kemaruk soal harta, jabatan dan kesenangan dunia. Kita sibuk setiap hari
berpikir dan bertindak untuk mendapatkan harta ,jabatan. Pada waktu bersamaan
Gen negatif kita malah yang muncul. Rasa kawatir menjelma menjadi penyakit
jantung. Rasa takut menjelma menjadi penyakit paranoid ( sakit jiwa ). Rasa
lemah menjelma menjadi pecundang. Dan akhirnya lahirlah budaya brengsek yang
semakin membuat kita hidup dalam paradox. Semoga kita bisa menyadari ini semua untuk kembali kepada hakikat kita dilahirkan
untuk cinta hanya kepada Allah agar pantas disebut sebagai rahmat bagi alam
semesta. Putri saya tersenyum dan nampak dia puas dengan penjelasan saya, sambil berkata “ Dan Soekarno mendapatkan kekuatan cinta tanpa syarat,
mendapatkan trigger Gen positif nya bangkit karena cinta seorang Inggit,seorang wanita, seorang
ibu...Demikian putri saya menjawab pertanyaannya sendiri tentang Inggit. Ya
dibalik pria hebat selalu ada wanita hebat ...