Friday, September 09, 2005

Ngerumpi

Kalau ada orang bercerita tetang seseorang yang bernuansa negatif maka kakek saya segera berlalu. Ketika dia berlalu , dia tak ingin mengucapkan salam. Wajahnya segera dipalingkan dari orang yang berbicara itu. Karena sifatnya itu kakek saya bukanlah teman diskusi tentang orang lain. Seluruh keluarga besar tahu persis sifat kakek itu. Tapi tidak ada yang bertanya khusus mengapa dia bersifat seperti itu. Saya bersyukur karena ketika remaja diberi kesempatan oleh Allah mendampinginya dalam keadaan sakit. Walau sakit , kakek tidak pernah mengeluh. Pada saat itulah saya bertanya kepada Kakek tentang sifatnya itu. Kakek menjawab bahwa bila kamu membicarakan tentang orang lain soal hal yang buruk, maka sebetulnya kamu sedang makan bangkai saudara kamu sendiri. Itulah sebabnya kakek tidak mau menanggapi omongan soal itu. Bahkan kakek segera berlalu. Karena dihadapan kakek orang yang membicarakan itu lebih buruk daripada binatang yang tak mau makan bangkai.

Diera sekarang dalam dunia serba berkompetisi ,baik itu dunia politik, dunia bisnis, maka propaganda menjadi alat untuk menang. Saling menjatuhkan orang lain dengan informasi apa saja sudah menjadi ilmu tersendiri. Dunia bisnis senang menyebut dirinya terbaik dalam segi produk. Dan menyebut produk lain buruk atau dengan istilah mereka ” tinggalkan yang lain dan beralih kepada kami ” Pembicara menjadi hidup bila sudah berbicara tentang keburukan orang lain. Masing masing mencoba menganalisa seakan dia lebih baik dari orang yang dibicarakan itu. Di cafe, di pengajian, di arisan, pengguncingan tentang orang lain sudah menjadi budaya. Bila ada yang kesusahan karena musibah ,maka beredarlah cerita bersambung tentang orang itu.. Kalau sudah begini tak penting lagi itu benar atau tidak. Yang penting memang mengasyikan untuk dibicarakan.

Memang hampir sebagian besar kita suka sekali membicarakan orang lain. Apalagi soal keburukan. Tengoklah berita selebritis di televisi sangat tinggi ratingnya. Karena bicara gosip. Entar benar atau tidak berita itu. Namun publik suka sekali membicarakan aib orang lain. Dampak dari pembicaraan aib orang lain itu memang dahsyat. Orang baik bisa menjadi buruk dan bahkan hancur reputasinya. Orang buruk, bisa semakin kalap bertambah buruk. Karena merasa dilecehkan oleh orang ramai. Maka jadilah komunitas gosip atau tukang asal omong sebagai komunitas yang saling meresahkan. Sulit ada kedamaian. Saling berprasangka negatif menjadi kebiasaan. Saling mencari cari kesalahan orang lain semakin membudaya. Koran tak laku kalau tidak ada gosip. Keseharian berita di koran memang mengerikan tentang hal yang buruk.

Kenangan tentang kakek tak pernah hilang dalam diri saya. Kesederhanaannya dalam bersikap dan bertindak telah memberikan inspirasi kepada diri saya. Pernah kakek saya berkata. Semua orang bisa berbuat salah dan tak ada orang yang suci seratus persen. Walau begitu manusia tetap saja merasa malu bila dibicarakan keburukannya. Ini juga sudah sifat manusia kebanyakan. Dan lagi, bila kita bicarakan keburukan orang lain, bukan tidak mungkin dia telah bertobat dan Allah telah mengampuni dosanya. Sementara kita terus saja membicarakan keburukannya. Apakah kita lebih hebat dibandingkan Allah ? Apakah kita akan selalu baik ? Ingat ! kita bukan malaikat dan setiap saat kita bisa juga berbuat salah. Cobalah merasakan kepada diri sendiri sebelum kita melemparkannya kepada orang lain. Tentu tak nyaman bila dibicarakan orang lain tentang keburukan kita. Begitu juga orang lain. Sakit dikita , sakita juga di orang. Demikian nasehat kakek saya.

Dari itu saya teringat akan sabda Rasul ” Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW pernah bertanya, "Tahukah kamu, apa itu ghibah?" Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR Muslim). Allah berfirman menegaskan keburukan dari ghibah ini di dalam Alquran surat Al Hujarat ayat 12, adalah seperti orang yang memakan bagkai saudaranya sendiri.” Ternyata benarlah kakek saya dengan sifatnya tak ingin membicarakan orang lain.

Membicarakan orang lain itu berdosa karena menggiring kepada perbuatan rendah etika. Benar atau tidak yang dibicarakan itu tetap saja tak bermoral.

Wednesday, August 31, 2005

Islam ,Ekonomi ?

Semua mahasiswa tingkat pertama jurusan Ekonomi pasti memahami ilmu dasar ekonomi yaitu I = C+ S. Ini rumus dimana Pendapatan ( I) harus sama dengan konsumsi ( C) ditambah tabungan ( S). Bagaimana mendapatkan pendapatan, juga diajarkan dengan prinsip : memperoleh penerimaan sebesar besarnya dengna pengorbanan sekecil mungkin. Dengan prinsip ini penerimaan dikurangi pengorbanan/biaya akan menimbulkan pendapatan. Pendapatan ini pada gilirannya akan digunakan untuk konsumsi (pemuasan kebutuhan ) dan sisanya ditabung dibank agar menghasilkan Fixed income. Inilah konsep sederhananya. Walau dalam perkembangan berikutnya ilmu ekonomi mengajarkan tentang bagaimana mengakali tabungan agar meningkat, mengendalikan konsumsi, meningkatkan pendapatan ,itu semua disebut variable yang diharus terjadinya keseimbangan. Namun tak pernah dalam kenyataan terjadi keseimbangan.

Pemerintah mengejar pendapatan dengan menekan pengeluaran ( subsidi) agar tabungan meningkat hingga fundamental ekonomi kuat untuk melakukan expansi. Namun semakin besar ekspansi semakin besar rasio pertumbuhan yang harus dicapai dan tentu semakin ketat pengelolaan keuangan negara untuk terus menekan pengeluaran. Jadi , sangat sulit negara mengeluarkan kebijakan free of charge ( subsidi ) kepada rakyat miskin. Kalaupun ada , itu hanya bersifat situasional yang lebih banyak propaganda sesaat. Pada prinsipnya setiap pengeluaran negara harus berimplikasi pada penerimaan yang pasti. Begitupula dengan Perusahaan swasta. Perusahaan harus mengejar penerimaan sebanyak mungkin dengan menekan biaya serendah mungkin agar dapat memupuk laba dan memperkuat struktur permodalan. Bila modal kuat maka perusahaan semakin cepat berkembang , semakin mudah mengakses sumber pendaaan.

Karyawan juga sama. Semua karyawan berlomba lomba untuk naik gaji dan bonus. Mereka bekerja keras dan belajar keras untuk itu. Bila gaji naik, mereka semakin memperkuat dirinya lewat pendidikan, kursus, seminar dan lain, yang semuanya menuntut biaya yang tidak sedikit agar mendapatkan gaji yang lebih besar lagi dimasa mendatang. Negara , perusahaan, karyawan , semua sama. Terjebak untuk terus memikirkan diri sendiri agar dapat memuaskan kebutuhan dan menciptakan rasa aman lewan tabungan. Tak pernah terpikirkan bagi mereka bagaimana menciptakan rasa aman dengan konsep membantu mereka yang lemah, fakir miskin. Tidak ada rumusnya dalam ilmu ekonomi soal ini. Kalaupun ada konsep tentang tanggung jawab sosial itupun tak lebih hanya sekedar promosi membangun citra dihadapan publik. Memberi sedikit tapi promosinya lebih besar.

Dalam Islam , diyakini bahwa segala pendapatan adalah rahmat Allah dan harus digunakan untuk kepentingan beribadah kepada Allah. Menabung dimungkinkan tapi tidak untuk menghasilkan laba dalam bentuk riba ( bunga Bank). Tapi digunakan untuk usaha bagi hasil kepada mereka yang punya pontesi untuk bersyariat. Dengan itu, tabungan berarti penyebaran kesempatan bagi orang lain yang belum punya kesempatan modal. Tentu beresiko. Itu kata orang sekular, Bagi islam tidak ada resiko bila itu cara menjalankan perintah Allah. Rasa aman itu dari Allah bukan dari fixed income sistem ribawi. Bila setiap orang ,perusahaan, mempunyai konsep seperti itu maka masyarakat akan terikat dalam jaringan persaudaraan didasarkan kepada semangat gotong royong. Dalam situasi ini, negara juga melakukan hal yang sama. Dana berlebih dari penerimaan ( pajak, bagi hasil SDA, hibah, ) setelah dikurangi anggaran pembangunan, tidak ditumpuk dalam bentuk cadangan di Bank central untuk mendapatkan bunga tapi di tebar dalam bentuk penyediaan infrastruktur sosial dan ekonomi agar masyarakat memiliki kemampuan mobilitas dalam bersyariat.

Ekonomi bagi islam bukanlah hal yang terpisah dengan tatacara kehidupan lain. Atau bukanlah segala galanya untuk menjamin kemakmuran. Ekonomi adalah bagian kecil dalam Islam. Kemajuan ekonomi dalam masyarakat Islam tidak ditentukan oleh pengaturan barang, jasa, modal saja. Tapi lebih kepada pemahaman akhlak untuk beribadah kepada Allah, yang teaktualkan dalam bentuk pribadi yang ihsan ; kerja keras, amanah, kreatif, hemat, sabar , tawadhu, ikhlas. Dari akhlak yang ihsan inilah membuat sistem ekonomi Islam menciptakan kebersamaan , cinta kasih untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Jadi tanpa perbaikan akhlak maka metode bersyariat tak memberikan pengaruh apapun. Akhlak adalah fondasi negara, fondasi bangsa, fondasi agama, fondasi umat. Baik akhlak maka baiklah semuanya.

Thursday, August 25, 2005

Konsep ekonomi Islam

Bagaimanakah model ekonomi Islam dalam praktek? Itulah pertanyaan yang diajukan teman kepada saya.. Sulit saya menjawab dengan tepat tapi saya menyarankan dia untuk membaca buku tentang Ilmu Ekonomi Syariah. Sebetulnya dia ingin jawaban singkat yang bisa merubah sudut pandangnya tentang ekonomi sekular yang dia dalami. Memang betul bahwa islam adalah agama yang memuat aturan secara menyeluruh. Tapi soal ekonomi ditengah kehidupan modern dimana uang bisa terbang melintasi benua dalam hitungan detik, dimana harga dan pasar begitu mudah bergerak sesukanya. Jadi, how. ? Demikian pertanyaannya. Saya tahu bahwa pertanyaan ini jawabannya sangat luas dan bahkan lebih luah dibandingkan ekonomi sekular. Mengapa ?

Masalah ekonomi bagi Islam adalah masalah muamalah. Hakikatnya, soal kemaslahatan dalam hal Muamalah dapat digali oleh akal dan pemikiran manusia itu sendiri dalam ijtihad-ijtihad yang tercipta. Misalnya, akal manusia itu secara fitrahnya pasti dapat mengerti bahwa penipuan dalam urusan jual beli itu merupakan suatu perilaku yang sangat tercela. Karena itu para filsuf Yunani (Yunani) dahulu yang tidak beriman itu pun mampu meyakini dengan akal pemikiran mereka bahwa perbuatan seperti riba adalah perbuatan yang tidak bermoral dan itu harus dijauhi. Jadi tidak sulit untuk ber itjihad dalam mengembangkan metode syariat islam.

Karena Ilmu ekonomi itu adalah masalah muamalah maka ilmu tentang ekonomi berkembang pesat. Bisa dikatakan, hampir seluruh kitab-kitab Fiqh maupun Hadits, pasti ada setidaknya satu bab yang berhubungan dengan soal Muamalah. Kitab yang membahas secara khusus tentang ilmu ini adalah seperti Al-Kharaj karangan Imam Abu Yusuf, Al-amwal oleh Abu 'Ubaid Al-Qasim, Al-Iktisab oleh Imam Muhammad Asy-Syaibaani, Al-Hisbah oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan termasuk kitab-kitab seperti Muqaddimah oleh Imam Ibnu Khaldun, disamping Al-Mustasfa dan Ihya 'Ulumiddin oleh Hujjatul Islam Al-Ghazzali rahimahumullah.

Bahwa antara tujuan dan hakikat dalam Syariah Islam adalah maslahah . Maslahah itu sendiri, secara umum dapat didefinisikan sebagai kebaikan dan kesejahteraan. Namun, para ahli Usul Fiqh mendefinisikan maslahah itu mencakup segala hal yang memiliki manfaat, penggunaan dan kebaikan, disamping menjauhi mudharat, kerusakan dan kefasadan. Ruang untuk para Ulama 'berijtihad dalam hal Muamalah, lebih luas dan bebas dibandingkan dalam hal-hal yang sudah tetap dan qat'ie seperti dalam urusan Ibadah. Banyaknya nash-nash dan dalil-dalil yang berhubungan dengan kebijakan ekonomi yang teknis, jadi ia membuka ruang dan peluang yang sangat besar dan menarik dalam usaha untuk mengembangkan ijtihad dalam mencapai prinsip maslahah.

Dasar Ekonomi Islam tidak dibenarkan tanpa adanya ijtihad-ijtihad dalam menuju maslahah. Maslahah merupakan salah satu pendekatan dalam berijtihad, yang selanjutnya membuat ia sangat penting dalam mengembangkan sistem Ekonomi Islam untuk bergerak seiring kemajuan dan Pesatnya iptek. Tapi Maslahah itu juga perlu dikontrol dan sesuai i dengan kehendak syara ', bukan semata-mata menuruti hawa nafsu dalam menginginkan keuntungan, sebagaimana yang terjadi dalam sistem Ekonomi sekular. Allah Ta'ala telah menganugerahkan kepada manusia kemampuan dalam mencari hikmah dan maslahah dalam hal Muamalah. Karena itu, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah memilih untuk membiarkan Kaki pemerintah dalam mengatur harga pasar, sedangkan Nabi Shallallahu 'Alayhi Wasallam sendiri tidak melakukan hal pada zaman Beliau.

Begitu juga dengan adanya berbagai lembaga keuangan Islam pada zaman global ini yang semuanya tergantung pada keberadaan maslahah. Inovasi Zakat yang produktif juga didasarkan kepada maslahah.Begitu juga dengan aktivitas perbankan Islam yang lain. Jika padanya ada maslahah, maka hal itu diperbolehkan dan disetujui oleh Syariah. Sebaliknya jika padanya ada semua kemudaratan dan kefasadan seperti Riba, gharar (ketidakpastian) dan sebagainya, maka hal itu tidak diperbolehkan oleh Syariah.Demikian pula dalam membicarakan perilaku petunjuk sesuatu material untuk mendapatkan manfaat dan kepuasan (Utility). Dalam Ekonomi sekular, tujuan konsumsi adalah untuk memaksimalkan kepuasan semata, sedangkan dalam Ekonomi Islam adalah untuk memaksimalkan maslahah. Utility yang mereka inginkan adalah konsep dimana kepuasannya bersifat material dan keduniaan belaka, sedangkan maslahah itu sendiri adalah Utility yang memiliki unsur-unsur ukhrawi dan rohani.

Memahami ekonomi islam haruslah didasarkan kepada keimanan kepada Allah dan hanya beribadah kepada Allah. Tanpa itu, konsep Ekonomi islam akan tak jauh bedanya dengan konsep sekular walau berbaju syariah.

Sunday, August 21, 2005

Pasar Rakyat

Pedagang Pasar Tanah Abang sejak beberapa tahun terakir ini diliputi kegelisahan. Utamanya sejak terjadi kebakaran yang melumatkan Blok A. Pada waktu itu Pemda DKI berencana membangun kembali BLOK A. Selanjutnya pertikaian mulai merebak antara pedagang dan Pengelola pasar yang diwakili oleh PD. Pasar Djaya. Pertikaian ini berlanjut kepengadilan dengan pedangang sebagai pemenang. Tanpa peduli dengan tuntutan pedagang, Pemda DKI tetap dengan kebijakannya untuk membangun kembali Pasar BLOK A. Pembangunan Blok A selesai dibangun. Kini terdengar kembali rencana Pemda DKI untuk membongkar BLOK B, C dan mebangunnya sesuai dengan kehendak pengelola pasar PD Pasar Djaya. Nampak dipermukaan adalah syah syah saja karena penataan pasar adalah menjadi tanggung jawab Pemda. Tapi mengapa terjadi penolakan dari pedagang ?

Saya hanya ingin membahas unsur keadilan dibalik pembangunan pasar ini. Sejarah dibangunnya Tanah Abang adalah didasarkan oleh swasembada masyarakat dengan wajib iuran untuk membangun pasar regional. Selama proses pembangunan Pasar, pedagang diwajibkan untuk mengangsur biaya pembangunan. Setelah selesai , pedagangpun secara bersama sama diwajibkan untuk menanggung biaya perawatan pasar. Iuranpun dikutip setiap bulan. Artinya , dulu dikala Gubernur Alisadikin, Pasar dibangun dengan melibatkan peran serta pedagang secara otonom tanpa keterlibatan pengusaha/developer. Peran PD Pasar Djaya adalah mengelola pasar yang didukung oleh para pedagang.

Kemudian , Zaman berganti dan Gubernurpun berganti. Setiap potensi komunitas business menjadi lahan business. Tanah Abang telah menjadi pusat perdagangan grosir terbesar di Asia Tenggara. Terkenal sampai diseluruh Asia dan Afrika. Pasar inipun telah ikut membantu terbentuknya usaha informal dari pedagang kecil sampai kepada usaha rumah tangga yang memberikan jasa konveksi . Ditengah krisis ekonomi, para konglomerat hancur dengan meninggalkan hutang tak terbilang. Pabrik berhenti berproduksi. Sementara Pasar Tanah Abang , tetap ramai dijejali pembeli dari Afrika, Malaysia, Brunei dan Sumatera, Kalimantan. Geliat pasar sebagai pusat grosir nampak tak bergeming dengan situasi ekonomi nasional yang morat marit.

Namun , ketangguhan dan kreatifitas pedagang menghadapi krisis tidak ditanggapii positip oleh pemerintah. Sebaliknya , proposal kongkalingkong "pengusaha petualang " ditanggapi untuk membangun kembali pasar yang terbakar dengan konsep mereka. Konsepnya adalah membangun pasar yang modern dan berklas international. Sudah tentu ada unsur penindasan dengan memanfaatkan potensi kebutuhan tempat usaha pedagang. Harga kios yang akan dibangun itu harganya sangat tidak rasional. Per meter kios ditetapkan harganya berkisar dari Rp. 45 juta sampai dengan Rp. 100 juta. Artinya untuk kios ukuran 2 x 2,5 harganya mencapai Rp. 500 juta. Harganya yang hampir tidak mungkin terjangkau oleh usaha kecil. Entah darimana cara berpikir pengusaha yang akan membangun pasar ini. Tapi kenyataanya, pengusaha ( developer ) ini tetap mendapatkan dukungan pembiayaan dari Bank milik Pemerintah dan mendapatkan dukungan perizinan dari Pemda.

Dari teman yang bergerak sebagai Contraktor , yang kebetulan ikut dalam tender pembangunan proyek Blok A tersebut, didapat informasi bahwa biaya permeter Pasar Blok A tersebut adalah hanya Rp. 10 juta. Asumsi biaya ini sudah termasuk ongkos perizinan dan bunga bank. Dapat dibayangkan berapa keuntungan yang didapat oleh Developer dari hasil pembangunan Pasar Tanah Abang. Bila Kios yang dibangun adalah sebanyak 4000 kios. Itu sebabnya Tommi Seorharto didalam penjarapun berniat untuk bertindak sebagai developer pembangunan Blok B dan C.

Sebetulnya bila Pemda DKI mempunyai hati untuk menumbuh kembangkan pengusaha kecil , masalah Pembangunan kembali pasar tanah abang tidaklah begitu sulit. Pemda DKI dapat melakukan komunikasi langsung dengan pedagang dengan memberikan informasi yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan biaya pembangunan pasar per M2 sebesar Rp. 10 juta , tentu semua pedagang akan mampu membeli kios. Artinya untuk kios ukurang 5 M2 , mereka hanya mengeluarkan dana sebesar Rp. 50 juta.

Bila masalah pembiayaan pembangunan dikawatirkan oleh Pemda Dki , itu dapat dibicarakan dengan pihak pedagang. Pemda DKI juga dapat membicarakannya dengan pihak Perbankan. Melalui skema pembayaran uang muka sebesar 30% bagi setiap pedagang sudah dapat menjamin uang muka pembangunan kepada pihak kontraktor. Dengan uang muka ini kontraktor sudah dapat berkerja. Atau Pemda DKI melaui PD. Pasar Djaya mengajak Bank sebagai Mortgage pengadaan kios. Bukankah sebagian besar Pedagang Pasar tanah Abang adalah juga nasabah bank yang banyak bertebaran disekitar pasar. Bank tersebut tidak akan keberatan untuk memberikan dukungan mortgage kepada nasabahnya.

Model pembangunan gaya Tanah Abang dengan melibatkan developer ( pengusaha ) sudah menjadi trend diberbagai kota besar dewasa ini. Juga setiap ada lahan kosong dan strategis pastilah dimanfaatkan oleh developer untuk membangun MALL dan Apartement. Walau peraturan tentang jarak antar pusat pasar tradisional dengan MALL sudah diatur , namun PEMDA tidak peduli. Izin untuk pembangunan MALL terus saja diberi hingga menghancurkan usaha pedagang kecil. Demi menjaga keindahan bangunan mewah tersebut , kadang PEMDA bersedia menggusur pedagang kaki lima.Tentu dengan alan menjaga ketertiban dan keindahan kota. Potensi pedagang yang unggul melawan krisis telah dimanfaatkan oleh developer yang dekat dengan penguasa dan perbankan. Kenyamanan berusaha terganggu dengan rencana pembangunan. Alasanpun dibuat dengan berbagai cara agar pembangunan dapat disyahkan. Bahkan ada yang tega membongkar pasar yang ada ( walau hanya sinyalemen ) , untuk dibangun Mall dan sementara pedagang yang ada dipindahkan ketempat lain. Padahal diketahui bahwa pedagang kecil hanya dapat hidup bila dekat dengan konsumennya—yang juga rakyat kecil. Bagaimana mungkin terjadi interaksi jual beli bila mereka dipisahkan.

Sebetulnya , tidak ada yang sulit mengelola masyarakat bila kepentingan pribadi dan ketamakan akan jabatan /kekuasaan tidak ada. Masyarakat Asia , juga termasuk Indonesia adalah masyarakat religius yang mudah diajak kompromi bila didasarkan oleh sentuhan hati yang tulus dan ikhlas. Tapi tulus dan ikhlas itulah yang menjadi barang mahal bagi pejabat dan pengusaha petualang di negeri ini. Maka keadilan bagi pengusaha kecil juga menjadi barang langka. Entah sampai kapan ini akan berlangsung.

Saturday, August 13, 2005

Pilihan dan bersikap

Tepatnya 18 maret 1978, Deng Xiaoping mengundang seluruh intelektual datang ke Aula Besar Rakyat. Yang hadir totalnya 5.585 delegasi yang berasal dari seluruh penjuru china. Mereka adalah guru, dokter, penulis, pakar ilmu pengetahuan dan juga 117 pimpinan institute riset. Sebetulnya untuk beberapa tahun orang orang ini dianggap sebagai “ orang yang ditinggalkan oleh kelompok lama “ dan juga dikenal sebagai “ orang yang belum direformasi”. Mao Zedong menyebut mereka sebagai “ bulu pada selimut “. Mereka bertahan hidup ditengah kritikan dan kerja paksa, penderitaan, dan hinaan. Bahkan banya diatara mereka yang meninggal dunia dikamp kerja paksa. Dalam pertemuan itu mereka mendengarkan dengan seksa kata kata Deng Xiaoping “ Intelektual adalah bagian dari kelompok yang sukses. Mereka yang bekerja dengan otak adalah bagian dari mereka yang bekerja dengan benar. “

Sejak itu dan selama 14 tahun para pakar dibidang science bekerja siang malam di berbagai Institut hanya untuk melayani kebutuhan militer dibidang riset persenjataan. Mereka melaksanakannya dengan penuh dedikasi. Setidaknya keberadaan mereka dihargai walau mereka sendiri kadang tidak mengerti untuk apa semua ini mereka lakukan. Dalam diam dan kebingungan itulah mereka terus bekerja. Ketika tahun1984 , terjadi perubahan besar besaran dichina. Reformasi ekonomi mulai dilaksanakan yang berakibat terjadi reorientasi kebijakan yang lebih demokratis. Akibatnya banyak kegiatan pemerintah yang menelan biaya tanpa tujuan yang tidak jelas , terpaksa harus ditutup. Begitupula dengan Lembaga riset.

Selanjutnya china akan mengalihkan anggarannya bagi penyediaan infrastructure ekonomi dan social yang ketika itu lebih diperlukan bagi kelangsungan reformasi ekonomi china. Bagi para ilmuwan, perubahan dichina yang terjadi memang memberikan tekanan yang luar biasa akan masa depan mereka. Namun inipula menjadi tantangan bagi impian mereka untuk menjadikan china sebagai bangsa besar yang tidak hanya piawai dalam berdagang tetapi juga dalam penguasaan tekhnologi. Ini sangat diperlukan bagi lompatan china jauh kedepan. Para direktur institute mensikapi kebijakan ini dengan mengambil tanggung jawab biaya operasional dengan zero cost dari pemerintah. Para Ilmuwan juga menyetujui bila mereka juga harus membayar pajak dan biaya sewa peralatan yang mereka gunakan serta tetap menjadi bagian dari Negara. Dengan itu semua tidak ada artinya bila dibandingkan dengan berkah kebebasan berkreasi yang diberikan partai komunis kepada mereka. .

Lambat namun pasti , dengan kecerdasan dan keuletaan menyikapi kebijakan pembaharuan china , maka sebagian besar institute tersebut telah bermetamorfosis menjadi lembaga business yang disegani dan sekaligus pencipta entrepreneur yang handal ,menghasilkan product high technology yang mampu bersaing dan menjadikan china raksasa dibibang industri Electronica, computer, High technology.

Ketika awalnya mereka dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Hidup ini memang memberikan banyak pilihan. Namun ada tiga hal yang paling sulit bagi para ilmuawan china yaitu pertama adalah berusaha beradabtasi dengan lingkungan tanpa ada keberanin untuk merubah lingkungan walaupun setiap hari menonton ketidak adilan. Hal kedua adalah bekerja sama dengan orang orang yang ingin berbuat tentang perubahan. Hal yang ketiga dan inilah yang tersulit yaitu menjaga jati diri sebagai putra bangsa yang bertanggung jawab bagi masa depan generasi penerus.. Mungkin pilihan ini terdengar sederhana bagi kita sebagian orang. Namun disinilah nilai seseorang ditentukan. Para ilmuwan itu sekarang dapat berbangga karena mereka telah melewati proses sejarah china dengan menerima pilihan pilihan tersebut. Sebagaimana Liu Chuanzhi yang merupakan alumnus dari institute science dan pendiri Lianxiang group ( lenovo) berhasil mengabil alih raksa business computer kelas dunia (IBM ). Hanya dibutuhkan waktu 20 tahun sejak berdirinya Lianxiang untuk mampu mengabil alih perusahaan yang menjadi kebanggaan bagi bangsa Amerika.

Para Ilmuwan yang dulu berkumpul di Aula Besar Rakyat tetap menghargai kata Deng Xiaoping ditahun 1978 tentang keberadaan mereka. Setidaknya mereka telah mempersembahkan yang terbaik bagi bangsanya diusia pension mereka. Kini china tampil tidak hanya sebagai negara pedagang dan industri perakitan tapi telah menjelma menjadi negara maju diabad 21 dengan dukungan anggara riset raksasa...

Bagaimana dengan Ilmuwan Indonesia ?

Thursday, August 04, 2005

Islam: sosialis atau kapitalis ?

Ada sebagian orang mengatakan bahwa kapitalisme itu indentik dengan Islam. Sepertinya mereka mengatakan itu setelah membaca buku Islam and Capitalism, karya Rodinson yang menyimpulkan islam lebih dekat dengan Kapitalisme daripada Sosialisme. Saya tidak tahu apakah buku ini ingin menyanggah asumsi yang umum dianut, bahwa ajaran sosial-ekonomi Islam adalah Sosialisme, dengan mengatakan bahwa ajaran itu lebih dekat dengan Kapitalisme? Ataukah buku ini ingin membantah tesis Max Weber, salah seorang pendiri ilmu sosiologi asal Jerman, bahwa etika ekonomi Islam tidak kompatibel dengan Kapitalisme Rasional? Mungkin karena Rodinson membaca sejarah tentang Nabi yang berasal dari pedagang dan mekkah memang dulu menjadi pusat perdagangan , juga madinah. Bila ada Anggapan bahwa Kapitalisme adalah suatu sistem yang datang dari luar dan mempengaruhi ekonomi cara Islam. Tentu saja tidak benar. Karena islam mengikuti cara Allah.

Saat sekarang , sebagian besar negara didunia ini menerapkan sistem kapitalisme. Ini tak lain karena proses sejarah terjadi dengan sendirinya dan kalau masyarakat islam mengikuti kapitalisme maka itu bukan karena pilihan tapi karena proses sejarah atau istilah Marx Weber , Hukum perubahan ( law motion) . Walaupun sistem kapitalisme selalu dirundung krisis, resesi atau bahkan depresi ekonomi, Kapitalisme malah mencapai puncak kejayaannya yang diikuti di seluruh dunia sebagai ”akhir dari sejarah” (the end of history) yang bersama-sama dengan Demokrasi Liberal di bidang politik merupakan puncak dalam pemikiran manusia. Namun seorang Marxis liberal, Ralph Milliband, berpendapat lain. Baginya yang menjadi kunci penentu adalah apakah sistem ekonomi itu bisa menjadi fondasi demokrasi atau tidak. Di situ ia berpendapat bahwa kapitalisme merupakan fondasi yang sangat rentan bagi demokrasi, karena konflik dan kontradiksi yang inheren dalam masyarakat kapitalis.

Landasan yang paling kokoh terhadap demokrasi, menurut Ralph adalah Keadilan Sosial. Jadi sesuai dengan hukum sejarah, maka Kapitalisme hanyalah sebuah epoh sejarah (historical epoch) dan bukannya akhir sejarah. Sebagian pemikir Eropa Barat, misalnya Anthony Giddens, berpendapat bahwa alternatif sistem ekonomi terhadap Kapitalisme adalah Sosial Demokrasi (Social Democracy). Melihat Kapitalisme dan Ekonomi Islam sebagai epoh sejarah akan membantu kita memahami hubungan antara agama dan Kapitalisme. Kajian yang lebih umum mengenai hubungan antara agama dengan kebangkitan Kapitalisme dilakukan oleh sejarawan R.H. Tawney dalam bukunya ”Religion and the Rise of Capitalism” (1922). Dalam perspektif sejarah,

Menurut Dudley Dillard, perkembangan Kapitalisme sejak awal kelahirannya pada abad ke-16 hingga sekarang telah mengalami tiga tahap. Pertama adalah sejak 1500 hingga 1750 yang disebutnya Kapitalisme Awal. Sesudah itu perkembangan ekonomi memasuki tahap kedua, dari 1910 hingga 1914, menjelang Perang Dunia I yang disebut sebagai Kapitalisme Klasik. Dan tahap ketiga, sejak 1914 hingga sekarang disebutnya Kapitalisme Akhir (Late Capitalism). Kapitalisme Awal dimulai dengan lahirnya institusi pasar (market) pada abad ke-16 dan dilanjutkan dengan perkembangan perdagangan jarak jauh antar pusat-pusat kapitalisme di dunia. Pada tahap inilah Islam menjadi berseberangan dengan kapitalisme. Karena soal prinsip.

Jadi kalau ada yang berani mengatakan bahwa kapitalisme tidak bertentangan dengan AL Quran dan Hadith, hanya melihat masalah kepemilikan hak pribadi dan hak mengontrol harta.Menurut saya, mereka yang mengatakan ini adalah karena mereka tidak memahami Islam secara utuh dan juga tidak paham apa itu sebetulnya kapitalisme. Islam memang tidak melarang orang untuk mendapatkan harta dan mengendalikan atas harta itu. Tapi ada dalam kapitalisme yang berbeda dengan islam yaitu soal Bunga. Masalah Ini sangat prinsip bagi Islam. Riba itu haram sifatnya. Barang siapa melakukan Riba maka dia berperang dengan Allah maka tunggulah kehancuran akan datang. Soal bagimana kapitalisme men stimulus ekonomi lewat pasar bersaing tidak bertentangan dengan islam asalkan kompetisi tidak sampai menzolimi orang lain. Artinya kompetisi untuk kemasalahatan umat.

Dunia kapitalis memungkinkan orang bebas berbuat dengan kekuatan modalnya. Boleh membuat pesaing hancur atau konsumen terkontrol kebutuhannya, atau pekerja terjajah. Karena kapitalisme memang mengajarkan buy low sell high and pay later. Sangat culas. Dalam dunia keuangan yang serba riba itu , kapitalisme juga merancang wahana judi ( spekulasi ) soal masa depan. Ini dapat dilihat dari bursa saham / komoditi dengan transaksi future. Judi atau spekulasi jelas diharamkan dalam islam. Karena pada prinsipnya masa depan itu milik Allah, Manusia tidak boleh berspekulasi untuk menarik keuntungan. Apalagi setiap ada yang untung , tentu ada yang rugi. Belum lagi soal derivative transaksi yang menstimulus pasar menjadi bubble, sehinga tak jelas lagi apa yang diperdagangkan. Bicara perdagangan komoditi tapi volume phisik dan yang diperdagangkan tidak sama. Karena sisanya adalah spekulasi dalam dunia maya.

Islam tidak peduli dengan sebutan sosialisme atau kapitalisme selagi tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadith. Yang pasti sosialis dan kapitalis dalam praktek yang positip untuk kebaikan,kebenaran dan keadilan adalah islami. Namun bila berbeda soal prinsip maka itu bukan Islam dan harus diperangi.

Tuesday, August 02, 2005

PILKADA

Apakah mungkin dalam Pilkada akan terjadi money politik ? Itu sangat besar kemungkinannay karena untuk dapat menjadi calon diperlukan "sewa perahu", baik yang dibayar sebelum atau setelah penetapan calon, sebagian atau seluruhnya. Jumlah sewa yang harus dibayar diperkirakan cukup besar jauh melampaui batas sumbangan dana kampanye yang ditetapkan dalam UU, tetapi tidak diketahui dengan pasti karena berlangsung di balik layar. Juga, calon yang diperkirakan mendapat dukungan kuat, biasanya incumbent, akan menerima dana yang sangat besar dari kalangan pengusaha yang memiliki kepentingan ekonomi di daerah tersebut. Jumlah uang ini juga jauh melebihi batas sumbangan yang ditetapkan UU. Karena berlangsung di balik layar, maka sukar mengetahui siapa yang memberi kepada siapa dan berapa besarnya dana yang diterima.

Disamping itu untuk kabupaten/kota yang jumlah pemilihnya sekitar 10.000 sampai dengan 100.000 pemilih, tetapi wilayahnya memiliki potensi ekonomi yang tinggi, pengusaha yang memiliki kepentingan ekonomi di daerah tersebut bahkan dapat menentukan siapa yang akan terpilih menjadi kepala daerah. Dengan jumlah dana yang tidak terlalu besar, sang pengusaha dapat memengaruhi para pemilih memilih pasangan calon yang dikehendakinya melalui "perantara politik" yang ditunjuknya di setiap desa. Dan untuk daerah dengan tiga atau lebih pasangan calon bersaing, perolehan suara sebanyak lebih dari 25 persen dapat mengantarkan satu pasangan calon menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Dalam situasi seperti ini, penggunaan uang memengaruhi pemilih melalui "perantara politik" di setiap desa/kelurahan mungkin menjadi pilihan "rasional" bagi pasangan calon.

Bila identifikasi di atas benar sebagian atau seluruhnya, apa yang dapat dilakukan untuk mencegah praktik politik uang tersebut? Setidak-tidaknya tiga cara dapat ditempuh, yaitu melalui mekanisme pelaporan dan audit dana kampanye pilkada langsung, penegakan hukum, dan melalui pengorganisasian pemilih (organize voters) oleh para pemilih sendiri. Cara pertama diadopsi oleh peraturan perundang-undangan, tetapi pengaturannya masih harus dilengkapi oleh KPU provinsi/KPU kabupaten/kota. Masalah tidak sesederhana itu itu. Aturan tetaplah aturan, Audit tetaplah audit namun bila nafsu untuk menang dengan segala cara maka itu semua bisa didobrak. Siapa yang paling suci untuk mengawasi itu? Kalau kenyataanya semakin banyak aturan dan audit justru semakin panjang mara rantai money politik terjadi.

Tak ada jalan lain kecuali system ini harus dirubah. Menyerahkan langsung kepada rakyat untuk memimpin kepala daerah memang sangat ideal tapi dalam masyarakat yang masih sebagian besar terbelakang pendidikan politiknya adalah sangat tidak elok. Bangsa Indonesia dari sejarahnya adalah masyarakat budaya yang masih terikat dengan kepemimpinan adat dan agama dalam menyelesaikan masalahnya. Alangkah baiknya bila peran adat dan agama dijadikan dasar platform bagaimana memilih pemimpin. Bahwa pemimpin itu tidak datang dari pasar tapi datang dari tengah masyarakat yang dikenal lahir batin oleh masyarakat itu sendiri. Tugas pemerintah memberikan aturan yang jelas dan melegitimasi kepemimpinan itu. Harap dicatat dalam Agama islam, orang tidak dibenarkan mengejar kekuasaan , apalagi menyombongkan diri agar dirinya terpilih.

Selagi sistem ini masih tetap dipertahankan maka lihatlah kenyataan nanti. Tidak akan lahir kepemimpinan di tingkat daerah yang amanah. Kalaupun ada hanyalah segelintir.Untuk menyampai tujuan idealnya, sistem ini masih akan membutuhkan waktu yang panjang. Amerika saja sampai sekarang masih bergelut dengan banyak masalah terhadap pemilihan langsung ini. Anehnya, kita masih saja menerima cara cara sulit sementara cara yang mudah melalui kerapatan adat dan agama diacuhkan. Bukankah hukum moral lebih tinggi dibandingkan hukum buatan manusia.

Tinggi gunung dapat diukur
Tinggi nafsu sulit diukur
Bila nafsu sudah bersemayam dihati
maka kasih sayangpun menjadi mati
Harta dan jabatan memang menawan hati
membuat orang berlari tanpa henti
Tidak peduli bila itu tanpa empati
Padahal harta dan pangkat tidak dibawa mati
Bila pejabat negeri suka mengumbar janji
Uangpun ditebar untuk menarik hati
Maka jadilah negeri ini demokrasi tanpa hati
yang akan melahirkan pemimpin tanpa hati

Akhlak atau spiritual

  Apa pendapat bapak soal kenaikan pajak PPN 12 % “ tanya Lina. Peningkatan tarif PPN tujuannya tentu untuk meningkatkan penerimaan negara d...